English English Indonesian Indonesian
oleh

GBHN

Rupanya penyakit untuk mendapatkan gelar Doktor dengan mudah tanpa mengikuti aturan akademik bahkan mengabaikan etik dan moral menular juga ketika gelar profesor ingin diraih. Padahal jabatan profesor harus dicapai setelah dosen melalui tahap pencapaian angka kredit yang sudah ditentukan sesuai nilai kum yang diperoleh secara berjenjang dari jabatan fungsional akademik Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala dan Profesor/guru besar. Selain itu, yang bersangkutan wajib melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dimana salah satunya adalah bidang penelitian dan membuat publikasi, terutama publikasi internasional bereputasi dan berdampak dari hasil-hasil penelitiannya. Selain itu, gelar profesor yang  diemban lebih dari sekadar pembawa bendera keilmuannya, karena si pembawa Amanah  harus mampu pula jadi anutan masyarakat akademik dalam membangun, menegakkan, dan menjaga nilai serta muruah akademik. Sang profesor juga harus mampu memberikan suatu analisis kritis dan sumber jawaban atas berbagai masalah bangsa, sesuai otorisasi keilmuannya.

Bisa dibayangkan, bagaimana jadinya dunia akademik yang punya wibawah dan muruah dalam menjaga nilai-nilai ilmiah memiliki Profesor  (Guru Besar) aspal. Tidak aspal saja, masih banyak profesor yang mengabaikan tugas mulianya dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Bukan rahasia umum kalau masih banyak profesor hanya berstatus GBHN (Guru Besar Hanya Nama), kata Prof Muladi beberapa tahun lalu. Beliau bisa berpendapat seperti itu, bisa jadi karena melihat  masih banyak hanya jadi perished atau sekadar datang mengajar, bahkan ada yang menyuruh asistennya untuk mengajar di kelas, sementara ia sibuk di luar kampus.  Seharusnya dia harus tenure dan published, bahkan sekarang dituntut untuk bisa  go publik.

News Feed