English English Indonesian Indonesian
oleh

Ekosistem Jalur Rempah Nusantara

Sagu amat penting bagi penduduk Banda sebagai bahan konsumsi dan alat tukar dagang. Ia didatangkan oleh penduduk dari Kepulauan Aru dan Kei. Selain sagu, dari daerah tersebut dan Papua dibawa barang-barang berharga seperti emas, burung beo yang dikeringkan, dan burung cendrawasih atau burung dari surga (passaros de Deus). Burung-burung tersebut digunakan sebagai assesoris oleh raja dan bangsawan di Turki dan Persia, tulis Tome Pires.

Penduduk Banda menukar pala dengan tekstil, beras, dan bahan pangan lain yang dibawa oleh saudagar Jawa, Melayu, Arab, India, dan Eropa. Berbagai komoditas dari Papua dan luar Nusantara bertemu di Banda oleh perdagangan rempah. Dalam konteks inilah Papua menjadi bagian penting dalam narasi Jalur Rempah Nusantara.

Perdagangan rempah telah merangsang tumbuh dan berkembangnya pelabuhan dan kota di Nusantara terutama daerah Sulawesi yang berada di jalur pelayaran menuju dan dari Kepulauan Maluku sejak ramainya perdagangan rempah pada abad ke-15 hingga ke-17.

Makassar tumbuh menjadi pelabuhan utama (entrepot) yang memainkan peranan paling penting dalam perdagangan rempah. Untuk menarik perhatian saudagar rempah, Sultan Makassar menjalankan kebijakan pelabuhan bebas dan pelayaran bebas (mare liberum). Dari catatan pelaut Eropa diketahui bahwa rempah lebih mudah diperoleh di Makassar. Bahkan, terkadang harganya lebih murah dibandingkan dengan daerah produksinya di Maluku.

Posisi dan peranan penting Makassar di jalur rempah membuatnya tumbuh menjadi kota pelabuhan dunia dan pusat syiar agama Islam. Dari sana Islam tersiar ke Bima dan sekitarnya atas usaha dua ulama Minangkabau, Datuk di Bandang, dan Datuk ri Tiro, yang diutus oleh Sultan Makassar. Selain tempat berdakwah, Bima juga menjadi sumber beras bagi Makassar yang dibawa untuk ditukar dengan pala di Banda. Dengan demikian, pala menjadi media koneksi antar kawasan di Nusantara Timur.

News Feed