Aidir Amin Daud
Ketika tulisan ini beredar — dua final pertandingan sepak bola penting: UEFA EURO 2024 atau Piala Eropa 2024 dan Copa America 2024 atau Piala Amerika 2024 baru saja berakhir. Hasilnya tentu sudah kita ketahui bersama, karena selain Piala Dunia — inilah event olahraga yang paling ditonton oleh jutaan umat manusia di planet ini.
Khusus Piala Eropa 2024 diprediksi ditonton sekitar 7 miliar lewat tayangan televisi (bandingkan Piala Eropa sebelumnya yang ditonton lebih dari 5 miliar). Penonton yang langsung datang ke-10 stadion di Jerman diperkirakan mencapai angka sekitar 3-4 jutaan penonton. Jumlah yang sama tentu akan berlaku juga bagi Piala Amerika yang merupakan event paling tertua di dunia, melebihi usia Piala Dunia sendiri.
Sepak bola menjadi tayangan paling menarik, karena ia menampilkan kerjasama antar ras dalam satu tim negara. Nasionalisme suatu negara tim akan diserap oleh warga negara negara di manapun. Mereka larut dalam menjagokan satu tim negara. Melupakan berbagai kebencian. Melupakan peperangan yang sedang berlangsung di mana-mana. Ukraina mungkin ditonton di Rusia dan mungkin dijagokan oleh penonton Rusia ketika mereka mengalahkan Slovakia. Atau keberpihakan diberikan ketika mereka melawan Belgia. Penonton Rusia memang tak bisa menjagokan kesebelasan negara mereka, karena UEFA selaku otoritas Piala Eropa resmi mencoret Rusia dari kualifikasi Piala Eropa karena serangan mereka atas Ukraina.
Tadi subuh dan pagi ini — warga Indonesia dan terlebih warga Makassar (dimulai pukul 03.00) akan terantuk-antuk menahan pejaman matanya untuk tetap menyaksikan partai final yang seru antara Spanyol dan Inggris. Bahkan beberapa ‘pejuang subuh’ akan melewatkan salat jamaah mereka di masjid.
**
Final UEFA EURO 2024 atau Piala Eropa 2024 mempertemukan Timnas Spanyol dan Timnas Inggris di Stadion Olimpiade Berlin. Jika menang Spanyol akan menjadi tim pertama yang empat kali menjuarai Piala Eropa, sedangkan bagi Inggris merupakan trofi Euro perdananya. Seperti dicatatkan media, Spanyol 5 kali menjadi finalis Piala Eropa: 1964, 1984, 2008, dan 2012. Hanya final Euro 1984 yang mereka gagal menjadi perebut piala. Inggris sendiri ini final Piala Eropa kedua yang dinikmati Inggris setelah Euro 2020. Tak ada pelatih Inggris yang menyaingi Gareth Southgate mengantarkan Three Lions dua kali merasakan final turnamen utama.
Southgate adalah pelatih kedua setelah Sir Alf Ramsey yang membawa Inggris ke final turnamen besar. Southgate gagal pada Euro 2020, sedangkan Ramsey sukses menjuarai Piala Dunia 1966. Jika berhasil membawa Inggris mengalahkan Spanyol, maka Southgate akan menyamai Ramsey sebagai pelatih yang membuat Inggris mengangkat trofi utama sepak bola. Dengan demikian — Jika Inggris menang — ini kemenangan bagi mereka setelah 58 tahun merebut Piala Dunia.
Sementara itu – di Piala Amerika Timnas Argentina menghadapi Timnas Kolombia pada laga final Copa America 2024 di Hard Rock Stadium, Miami. Lionel Messi dan kawan-kawan mencatatkan hasil sempurna di Grup A. Di sana mereka menghadapi Kanada, Peru, dan Chile.
Berdasarkan hitungan banyak media Argentina harusnya akan mampu membungkam Kolombia dan meraih Piala Amerika. Skor diprediksi 2-1 untuk Argentina. Catatan yang ada menyebutkan Argentina 25 kali pernah mengalahkan Kolombia dan sebaliknya Kolombia sebanyak 9 kali mengalahkan Argentina. Jika Argentina menang, maka ini adalah gelar juara Piala Amerika ke-16 bagi Argentina. Kolombia pernah menjadi juara Piala Amerika pada tahun 2001 ketika mereka menjadi tuan rumah Piala Amerika.
**
Apapun Piala Eropa dan Piala Amerika ini cukup membuat banyak orang melupakan begitu banyak masalah di dunia ini dan di negeri ini. Melupakan kesulitan hidup yang makin menjadi-jadi. Melupakan urusan politik. Melupakan perilaku koruptif yang makin semau-maunya. Melupakan tagihan pinjol dan judi online. Dan mulai hari ini setelah beberapa minggu ritme tidur kita diganggu tayangan Piala Eropa — saatnya kita kembali merapikan waktu tidur kita. Kita mengambil semangat dan sportivitas yang ditunjukkan oleh para pesepakbola berkelas dunia. Mengambil semangatnya. Mengingatkan kita pada semboyan, “Football doesn’t build character, it eliminates the weak ones.”**