FAJAR, JAKARTA — Perubahan iklim kurang mendapat perhatian publik. Padahal, bencana longsor, kekeringan, hingga banjir, juga banyak dipicu perubahan iklim.
Founder of Indonesian Journalists for Climate (IJ4C)/ CNN Indonesia, Dewi Safitri mengatakan, kebebasan bagi media harganya sangat mahal. Harus diisi dengan karya jurnalistik terbaik.
Berbicara mengenai press for the planet, kata dia, isu terkait iklim perlu didorong. Jika krisis iklim tidak dikendalikan, maka bisa-bisa semua akan selesai. Akan tetapi, belajar dari beberapa negara, isu iklim itu memang sulit. Sulit dipahami apabila seorang jurnalis tidak memiliki keinginan untuk mengetahuinya.
Apabila itu terjadi, diakuinya, maka praktis media akan kesulitan untuk membangun kesadaran masyarakat. Juga, tidak mampu mengedukasi masyarakat untuk mengantisipasi perubahan iklim. Sebab, bencana itu tidak muncul dengan sendiri, tetapi banyak dipengaruhi karena adanya perubahan iklim.
“Agar liputan terkait iklim membaik, maka sepatutnya seorang jurnalis memahami hal-hal yang mendasar. Ambil contoh, kemaah haji yang meninggal dunia karena kepanasan, itu karena iklim. Juga, baik dalam isu olahraga, isu agama, ada isu iklimnya,” tegasnya dalam diskusi yang digelar UNESCO dengan tema A Press for The Planet di aula Auditorium Perpustakaan Nasional RI, Rabu, 10 Juli.
Karena itu, ia sangat berharap, jurnalis-jurnalis di sebuah media aktif mempublikasi terkait perubahan iklim. “Isu perubahan iklim penting dan media wajib menjadi pendampingan,” katanya.