English English Indonesian Indonesian
oleh

Press For The Planet; Kekerasan Jurnalis Lingkungan Meningkat, Sengketa Informasi Tertinggi di ATR/ BPN

FAJAR, JAKARTA — Kerja-kerja jurnalistik kian terbatas. Akses informasi mulai tertutup. Hal ini bakal memicu sengketa informasi.

Hal ini terungkap saat diskusi yang digelar UNESCO dengan tema A Press for the Planet di auditorium Perpustakaan Nasional, Rabu, 10 Juli. Kegiatan ini dibukaDominic Jermey CVO, OBE, British Ambassador to Indonesia and Timor-Leste.

Juga, Maki Katsuno-Hayashikawa, Director of the UNESCO Office in Jakarta and UNESCO Representative to Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, the Philippines and Timor-Leste.

Narasumber, Dr Rifqi Singgih Assegaf, Program Director of Kemitraan mengatakan, ada beberapa poin yang menjadi ancaman bagi media. yaitu, masih tingginya angka serangan dan kekerasan terhadap jurnalis.

Terlebih, kata dia, bagi jurnalis yang kerap mengangkat isu lingkungan. Berdasarkan data, pelaku serangan dan kekerasan yang dialami jurnalis adalah kelompok massa. Lalu, aparat, perusahaan, pemilik tambang, dan lainnya.

Selain serangan dan kekerasan, hal lain yang menjadi ancaman jurnalis dan perusahaan pers adalah regulasi.  Pertama adalah KUHP. Seperti pasal 264 yang berbunyi penyebarluasan berita tidak pasti, berlebih-lebihan dan tidak lengkap.

Lalu ada pasal mengenai penghinaan presiden, pemerintah dan lembaga negara. Semua tertuang dalam pasal 219, 220, 241. Hal ini yang membatasi ruang gerak media.

Kemudian ada Undang-Undang ITE. Menurutnya pendistribusian elektronik penghinaan, pendistribusian elektronik SARA. Kemudian revisi undang-undanh penyiaran terkait larangan investigasi eksklusif.

News Feed