FAJAR, MAKASSAR-Warisan Koalisi Indonesia Maju (KIM) pada Pilpres 2024 lalu belum pasti akan turun ke Pilkada. Termasuk di Sulawesi Selatan.
Ketua DPW PAN Sulsel Ashabul Kahfi mengatakan, koalisi di tingkat lokal masih dinamis. Sehingga, ia belum bisa memastikan KIM secara sempurna akan berlanjut di Pilkada se-Sulsel. “Terkait koalisi di tingkat lokal masih dinamis. Bisa koalisi dengan KIM, bisa juga di luar KIM, atau malah KIM plus (tambahan partai),” kata Ashabul, Minggu, 7 Juli.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPW PAN Sulawesi Selatan, Muhammad Irfan AB mengungkapkan hal yang senada. Menurutnya, kebersamaan dengan KIM hingga ke Pilgub/Pilwali/Pilbup terbuka untuk diteruskan. Namun, belum ada keputusan.
Irfan mengaku, saat ini hampir semua nama tenar yang bakal bertarung sebagai Calon Gubernur di Pilkada nanti telah mencoba menggaet PAN. “Nanti kita lihat, kan semua masih berdinamika, kan belum ada yang final (calon gubernur),” ujar Irfan.
Irfan mengungkapkan bahwa PAN tidak akan terburu-buru mendeklarasikan dukungannya terhadap salah satu calon. Lanjut ia, ada banyak variabel yang akan menjadi penentu sikap PAN. Keberadaan KIM tetap menjadi salah satu pertimbangan.
“Masih dinamis, seperti yang saya sampaikan tadi semuanya masih dinamis. Pembicaraan antar koalisi belum final di tingkat nasional. Intinya kalau gubernur jawabannya di Jakarta, bukan kita di wilayah,” tukas Irfan.
Pengamat Politik Universitas Hasanuddin Prof Sukri Tamma menjelaskan, koalisi pada saat Pilpres hanya menjadi bahan pertimbangan saja untuk diteruskan di Pilkada. Setiap partai di wilayah tidak akan terikat untuk melanjutkan warisan tersebut.
Menurut Prof Sukri, kecenderungan partai politik untuk berkoalisi di tingkat lokal adalah dengan melihat potensi calon yang bakal diusung lalu memutuskan akan berkoalisi dengan partai mana. Bukan menentukan koalisi terlebih dahulu sebelum mencari calon yang berpeluang menang.
“Saya kira koalisi partai itu biasanya bergantung kepentingan mereka untuk memenangkan kandidat. Jadi kemudian tentu mereka akan melihat kecenderungan yang ada secara objektif di masing-masing daerah,” terang Dekan Fisip Unhas ini.
Lanjut Sukri, misalnya KIM, tidak selalu menjadi representasi bagi koalisi di daerah meskipun mendulang hasil bagus di Pilpres kemarin. Dinamika dan konstelasi politik di tingkat lokal berbeda dengan di pusat, sehingga koalisinya akan lebih cair.
Pada intinya, kata ia, partai politik akan mencari potensi terbaik untuk meraih kemenangan di Pilkada nanti. “Kedua, apakah koalisi itu saling menguntungkan dan saling mengisi. Ada juga beberapa koalisi tentu tidak ingin ketika mengajak partai tertentu yang justru tidak mendatangkan keuntungan bagi mereka,” tandas Sukri.
Menurut Sukri, peran presiden terpilih Prabowo sebagai Ketua Umum Gerindra bisa saja melanggengkan KIM hingga ke Pilkada. Sebab, sebagai seorang kepala pemerintahan, akan lebih mudah dalam hal koordinasi jika yang menduduki pemerintahan adalah gerbong politik mereka sendiri.
“Untung kalau sama-sama potensinya calon yang didukung. Kalau tidak kan tentu akan menjadi sangat cair. Karena sifatnya sangat cair, maka kemudian alasan untuk berkoalisi adalah terkait memenangkan pilkada, daripada hanya meneruskan koalisi dari pusat,” pungkas Sukri. (uca)