FAJAR, MAKASSAR — Kejati Sulsel menghentikan penuntutan 300 perkara dalam tiga tahun enam bulan (42 bulan). Rinciannnya tahun 2021 sebanyak 24 perkara, tahun 2022 sebanyak 126 perkara, tahun 2023 sebanyak 113 perkara, tahun 2024 hingga Juni sebanyak 32 perkara.
Kajati Sulsel, Agus Salim mengatakan, setelah diberlakukannya peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, jajaran Kejati Sulsel telah menyelesaikan perkara tindak pidana umum melalui pendekatan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ). Dalam kurun waktu tahun 2021 hingga Juni 2024 sebanyak 295 perkara yang telah disetujui proses RJ-nya.
Perkara yang paling banyak diselesaikan melalui pendekatan RJ adalah perkara penganiayaan sebanyak 158 perkara. Serta empat perkara narkotika.
Mekanisme RJ yang dilaksanakan di lingkungan kejaksaan RI dikendalikan secara langsung persetujuannya oleh jaksa agung muda tindak pidana umum melalui tahapan ekspose secara virtual. Namun sesuai arahan dari jaksa agung muda tindak pidana umum saat melaksanakan kunjungan kerja di Kejati Sulselada kebijakan menyerahkan pengendalian persetujuan RJ Kajati Sulsel.
“Langkah tersebut sebagai pilot project di wilayah Sulsel. Kami berharap agar petunjuk teknisnya tersebut bisa segera kami terima, dan kebijakan tersebut bisa segera kami implementasikan untuk mengurangi beban penumpukan tahapan ekspose dari seluruh wilayah Indonesia yang terpusat di Jampidum,” kata Agus Salim saat pemaparan dalam Kunker Komisi III DPR RI di Mapolda Sulsel, Kamis, 4 Juli 2024.