English English Indonesian Indonesian
oleh

Untaian Hati “Polisi Jujur”

Oleh: AKBP (Purn) Efraim Lakburlawal
Purnawirawan Polisi

Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mantan Presiden RI ke-4, pernah berkata: “Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia.” Pertama adalah polisi tidur, kedua adalah patung polisi, dan yang ketiga adalah Pak Hoegeng (yang dimaksud adalah almarhum Jenderal Polisi Hoegeng Imam Santoso, mantan Kepala Kepolisian RI (Kapolri) ke-5 dari tahun 1968 hingga 1971). Apakah ini gurauan atau ungkapan hati yang diluapkan karena penilaiannya tentang kinerja insan Bhayangkara, entahlah. Yang jelas, itulah ungkapan hati dari seorang Gus Dur.

Pak Hoegeng terlahir pada tanggal 14 Oktober 1921 di Pekalongan, Jawa Tengah. Beliau dikenal sebagai sosok anggota Polri yang jujur, tegas, dan sangat sederhana.

Jenderal Hoegeng adalah satu teladan dan tokoh yang terkenal jujur dan anti korupsi. Beliau tidak dapat disuap; baginya lebih baik hidup melarat daripada menerima suap atau korupsi. Ada begitu banyak cerita tentang kejujuran, ketegasan, dan kesederhanaan beliau. Hanya segelintir yang dihadirkan di sini.

Pak Hoegeng pernah merasakan godaan suap dari seorang pengusaha yang terlibat kasus penyelundupan. Pengusaha tersebut memintanya agar kasusnya tidak dilanjutkan ke pengadilan. Berbagai hadiah mewah dikirim ke kediaman beliau, namun tentu saja Pak Hoegeng menolak mentah-mentah.

Pada tahun 1955, Pak Hoegeng mendapat tugas di Sumatera Utara untuk memberantas penyelundupan dan perjudian. Baru saja mendarat di Belawan, seorang bandar judi mendekatinya, mengucapkan selamat datang, sembari mengatakan bahwa sudah ada mobil dan rumah untuk beliau. Pak Hoegeng pun menolak dengan tegas.

Sehari setelah Pak Hoegeng dilantik sebagai Kepala Jawatan Imigrasi (sekarang Dirjen Imigrasi) pada tahun 1960, beliau meminta istrinya untuk menutup toko bunga yang baru saja dibuka dan sudah laris manis. Alasannya, nanti semua yang berurusan dengan imigrasi akan memesan bunga di toko istrinya dan ini tidak adil untuk toko-toko bunga lainnya. Pak Hoegeng tidak ingin orang membeli bunga di toko istrinya karena jabatannya.

Pak Hoegeng mengharapkan anak buahnya agar jangan sampai bisa dibeli. Kata-kata mutiara beliau: “Baik menjadi orang penting, tapi lebih penting menjadi orang baik.”

Pada tahun 1970, Pak Hoegeng diberhentikan sebagai Kapolri sebelum masa jabatannya berakhir oleh penguasa saat itu dengan alasan regenerasi. Beliau kemudian ditunjuk sebagai duta besar di Belgia, namun Pak Hoegeng menolaknya.

Ketika Pak Hoegeng sungkem kepada orang tuanya, sambil memegang pundaknya, ibunya berkata: “Selama engkau masih jujur, saya masih bisa memberi makan nasi meskipun campur garam.”

Pada tanggal 14 Juli 2004, pukul 14.30 WIB, Pak Hoegeng menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 82 tahun setelah dirawat intensif di RS Polri Keramat Jati, Jakarta. Pak Hoegeng dimakamkan di pemakaman biasa, dan TPU Giritama Desa Tonjong Bojong Gede, Bogor dipilih sebagai tempat peristirahatannya yang terakhir.

Ah, Pak Hoegeng, wujudmu sudah tiada, namun semoga aroma roh dan jiwamu terpatri pada setiap insan Bhayangkara yang saat ini berulang tahun ke-78.

Penulis, yang telah mengabdikan diri pada korps baju coklat dan menyandang status sebagai veteran pembela kemerdekaan/Seroja karena tergabung dalam satuan tugas Kompi 36 BS Brimob Polda Sulsel yang melaksanakan tugas operasi Seroja di Timor-Timur pada tahun 1976, dan mengakhiri tugas sebagai Kepala Korps Siswa (Kakorsis) SPN Batua pada 1 Juli 2010, dengan berani mengatakan bahwa sesungguhnya ada begitu banyak polisi jujur di Negeri ini dalam mengemban tugas kepolisian. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa masih saja ada anggota Polri yang tega merusak citra Polri demi kepentingan pribadi.

Semoga di HUT Bhayangkara ini, terlahirlah Hoegeng-Hoegeng muda yang mengawaki korps baju coklat ini dan menjadikan Polri semakin dicintai masyarakat. Selamat berjuang, selamat bekerja, jadilah pahlawan pembela kebenaran dan keadilan.

Kami yang telah purna ini hanya dapat melihat dari kejauhan. Ketika kalian disanjung masyarakat, banggalah hati ini. Namun ketika kalian dicerca, tertunduk malulah kami. Tuhan menyertai kalian semua dalam mengemban tugas mulia ini. “SELAMAT E W A K O” (*)

News Feed