Secara kultural, narasi dan cerita-cerita menarik, heroik, dan mengharukan selama berhaji juga terus berkembang menjadi cerita populer, sehingga semakin banyak orang tertarik naik haji.
Sebagian besar tokoh-tokoh masyarakat juga bergelar haji. Hal-hal tersebut yang membuat ibadah haji semakin penting dan gelar haji di Indonesia punya nilai dan status sosial yang tinggi.
Pada masa kolonial, pemerintah kolonial Belanda berusaha untuk membatasi jamaah haji karena takut akan pengaruh haji bagi gerakan anti penjajahan.
Salah satu caranya adalah membuka Konsulat Jenderal pertama di Arabia pada 1872. Tugas konsulat ini adalah mencatat pergerakan jemaah dari Hindia Belanda, dan mengharuskan mereka memakai gelar dan atribut pakaian haji agar mudah dikenali dan diawasi.
Demikian asal-usul penyematan gelar haji di Indonesia. Meski demikian, tradisi menyematkan gelar haji di depan nama jangan sampai merusak keikhlasan berhaji.
Salah satu ciri haji mabrur adalah menjadi orang yang ikhlas dan muhsin (berbuat baik) sepanjang masa, selalu menebar kedamaian, baik ketika maupun usai menunaikan ibadah haji.
“Oleh karena itu, hari ini DPP IMMIM melaksanakan penandatanganan MoU dengan Presidium IPHI supaya wadah organisasi ini bisa berkiprah di Sulsel, untuk melestarikan haji mabrur di Sulawesi Selatan, jelasnya. (wis)