Literasi Sejarah
Event Beautiful Malino, sejatinya selaras dengan nama daerah yang berada sekitar 70 km dari Kota Makassar, atau memakan waktu 1,5 jam perjalanan dari ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan itu. Daerahnya dingin, antara 10-26 derajat Celcius. Pemandangannya berkelok indah dengan gunung hijau terpampang di depan mata. Berbagai jenis tanaman tropis dan bebungaan tumbuh subur di kawasan ini. Hutan pinus, air terjun Takapala, kebun teh, dan beberapa destinasi wisata menarik lainnya jadi pesona daerah yang berada di Kecamatan Tinggimoncong tersebut.
Malino itu sudah punya nama sejak lama. Secara historis, nama Malino dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Ketika Gubernur Jenderal Caron memerintah di Celebes on Onderhorighodon, tahun 1927, ia menjadikan kota yang berada pada ketinggian 1100 mdpl sebagai tempat peristirahatan bagi pegawai pemerintah kolonial (wikipedia.org).
Kota ini oleh van Mook pernah dijadikan lokasi penyelenggaraan Konferensi Malino, di bulan Juli 1946, untuk membahas berdirinya Negara Indonesia Timur (NIT). Sebuah konsep negara yang hendak memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Saat terjadi konflik horizontal di Poso, Malino lagi-lagi jadi saksi lokasi perundingan antara pihak yang bertikai, yang kemudian melahirkan Deklarasi Malino untuk Poso, pada 20 Desember 2001. Jika mau dirunut, tentu banyak jejak sejarah yang bisa diaktualisasikan kembali kepada Gen Z dan Gen Alpha, dengan memanfaatkan momen Beautiful Malino ini.
Layaknya Lontara Bilang