English English Indonesian Indonesian
oleh

Macaca Maura: Dekat di Mata Jauh di Hati

Pembelajaran CPA

Proses transmisi budaya ekologis tidak identik dengan otoritas komunitas adat atau pun masyarakat lokal. Pewarisan kearifan lokal, termasuk pengetahuan ekologis dapat dilakukan oleh “pihak luar” (oblique) yang memiliki tujuan sama dalam pelestarian lingkungan hidup. Metodenya, antara lain pembelajaran kontekstual Presisi untuk penguatan karakter siswa berbasis seni (Karyanto, 2021) di bawah kurikulum Merdeka Belajar.

Curtis (2006) berpendapat bahwa pegiat gerakan lingkungan hidup harus mengakui dan melibatkan seni sebagai salah satu wahana tranformasi menuju masyarakat ekologis. Seni merespons kondisi, konteks, dan krisis lingkungan. Seni beroperasi untuk memengaruhi perilaku melalui saluran komunikasi dan pengembangan wawasan; menciptakan empati terhadap lingkungan alam; mengintegrasikan praktik seni dan konservasi dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan.

Pembelajaran CPA merupakan genre tersendiri, yaitu seni mengartikulasikan budaya ekologis. Model CPA memperkaya pendekatan konservasi dan mengisi kekosongan metode konvensional transmisi budaya kepada generasi muda. Dengan cara itu, kaum muda akan saling belajar berbagi pengalaman, tidak harus bergantung kepada para tetua yang semakin defisit itu.

Terdapat tiga pelajaran berharga. Pertama, secara metodologis kelas CPA memadukan teknik imitasi dan inovasi melalui proses artistik, yaitu penciptaan karya seni pertunjukan. Pembelajar mendalami kekhasan, perilaku dominan, dan keterkaitan habitat kera Macaca dengan ruang hidup komunitas. Kedua, platform konservasi dan seni pertunjukan membangkitkan narasi budaya lokal dalam wacana solidaritas glocal. Ketiga, CCT Universitas Leipzig menjadi korelator (Morton, 2017)), yang beremulasi bahwa transmisi budaya dapat dilakukan oleh siapa pun, sepanjang didasari oleh kesamaan kepentingan (solidaritas). (*)

News Feed