Oleh: Hernawati Syam, Anggota HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) Sulsel
Belakangan ini kita dibuat khawatir dengan semakin banyaknya korban berjatuhan dari perilaku judi online, yang terburuk adalah kasus istri membakar suami karena sang suami kecanduan judi online dan tentu saja berdampak pada kesulitan keuangan keluarga.
Manusia dengan berbagai peran sosial membutuhkan banyak soft skill untuk dapat menjalankan berbagai peran tersebut dengan baik, baik sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat, maupun dalam dunia kerja. Perilaku judi online merupakan salah bentuk kecanduan atau adiksi yang berbentuk perilaku-bentuk lain adalah kecanduan zat seperti narkoba. Selain kecanduan, perilaku berjudi secara umum berkaitan dengan kondisi ekonomi dan beban hidup yang semakin sulit dan dorongan untuk mendapatkan uang dalam waktu singkat.
Perilaku kecanduan berkaitan dengan kelemahan dalam mengontrol impuls. Seiring dengan berkembang pesatnya teknologi informasi, perilaku impulsif mewujud pada banyak hal seperti dorongan netizen dalam berkomentar di sosial media atau bereaksi berdasarkan informasi yang tidak selalu benar, termasuk di dalamnya terlibat dalam perjudian online yang menjanjikan kemenangan dengan cara yang seolah-olah mudah.
Dari sudut pandang biologi, perilaku kecanduan mengaktifkan bagian tertentu pada otak yang berkaitan dengan sistem reward yang biasanya berbentuk perasaan bahagia yang diperoleh dari perilaku positif seperti hubungan kasih sayang, kesuksesan, atau mendapat penghargaan dari orang lain. Stimulasi semacam ini meningkatkan level dopamine dalam tubuh sehingga orang akan cenderung mengulang perilaku tersebut, tetapi level dopamin yang berlebihan justru mengubah struktur kimia otak, sehingga akan dibutuhkan dosis yang semakin banyak atau perilaku yang semakin sering untuk mendapatkan perasaan bahagia yang sama, atau dengan kata lain menyebabkan ketergantungan.