Penawaran kepada badan usaha ormas keagamaan berlaku terbatas, yakni hanya 5 tahun sejak PP 25 Tahun 2024 berlaku, jadi hanya berlaku sampai 30 Mei 2029, kemudian dapat ditinjau perpanjangannya. Selain itu, badan usaha ormas keagamaan yang memegang wilayah tersebut juga dilarang bekerja sama dengan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) atau terhadap perusahaan maupun pihak-pihak yang terafiliasi dengan perusahaan sebelumnya.
Respon ormas atas kebijakan tersebut ternyata cukup beragam, ada yang setuju, kurang setuju, dan ada yang masih mempertimbangkan banyak hal. Secara umum ormas keagamaan menganggap bahwa kebijakan tersebut sesuatu yang baik tapi termasuk kebijakan yang berani dan berisiko, jika tidak dipersiapkan dengan baik.
Nahdatul Ulama (NU) sebagai ormas keagamaan terbesar, menganggap bahwa kebijakan izin pengelolaan tambang untuk ormas keagamaan tersebut merupakan langkah berani dan terobosan penting untuk memperluas pemanfaatan sumber daya alam yang dikuasai negara untuk kepentingan masyarakat kebanyakan secara langsung.
Meskipun ada juga pendapat lain dari warga NU yang menjelaskan bahwa sebelumnya pada tahun 2015, Pengurus Besar Nahdatul Ulama pernah secara serius menyikapi aktivitas eksploitasi sumber daya alam di Indonesia, baik oleh perusahaan negara maupun korporasi swasta menganggap bahwa bisnis tersebut mempunyai sedikit manfaat dan mempunyai dampak kerusakan luar biasa akibat praktek eksploitasi pertambangan terhadap kerusakan lingkungan.