Mengapa hidup ini sangat berat seolah memikul beban? Beban bagi setiap individu masyarakat Indonesia sangat berat.
Kapan masyarakat adil dan makmur dapat terwujud? Pertanyaan ini pasti muncul pada setiap individu. Coba kita lihat kondisi atau realitas yang ada. Masalah yang terjadi pada sektor pendidikan antara lain mengenai banyaknya calon mahasiswa baru dan mahasiswa pada berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang tidak dapat membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT), walaupun telah lulus tes tetapi tidak jadi masuk karena mahalnya harga sebuah kursi di perguruan tinggi. Demikian juga UKT bagi mahasiswa yang akan memulai semester baru di perguruan tingginya. Setelah banyak protes dari masyarakat, maka Menteri Pendidikan membatalkan kenaikan UKT. Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji telah memastikan bahwa tarif UKT bakal kembali naik pada tahun 2025.
Lain lagi polemik dan kekisruhan yang terjadi pada penerimaan siswa pada SD, SMP, dan SMA. Terutama di sekolah-sekolah negeri favorit. Mengapa begitu susah untuk mencari ilmu menjadi pintar?
**
Lain lagi pada sektor ibadah haji, bayangkan seseorang yang telah mendaftar dan telah melunasi pembayaran. Jika saat mendaftar berumur 40–50 harus menunggu giliran selama 10 tahun baru akan diberangkatkan ke Makkah Al Munawarah, sedangkan bagi yang berumur 55-60 tahun juga menunggu giliran selama 5 tahun. Kondisi peserta haji yang berada saat wukuf di Arafah tahun ini artinya sejak tanggal 14 Juni 2024 berada di tenda-tenda yang kapasitasnya 80 orang terisi 1.200 orang mirip barak pengungsian. Padahal saat di Arafah harusnya jemaah mendapatkan kenyamanan untuk tidur dan toilet yang bersih agar bisa bersih-bersih. Karena ritual haji yang memerlukan ketenangan dan kekhusyukan serta kesucian adalah saat di Arafah.
Menurut laporan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji mempersiapkan sebanyak 1.169 tenda di Arafah dan menampung 213.275 jemaah haji Indonesia. Tenda-tenda tersebut bervariasi ukurannya untuk menampung 100- 300 jemaah yang dilengkapi AC, toilet, ketersediaan air, dan kasur. Semua telah disiapkan dan dicek untuk kepastian berfungsi baik, tetapi mengherankan tetap tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan jemaah. Para petugas juga telah berjaga agar di setiap maktab semua tenda hanya diisi oleh Jemaah Indonesia.
Mengapa bayar mahal dan lama menunggu giliran, ternyata tidak maksimal pelayanan?
**
Sektor pangan, Indonesia mulai mengimpor beras. Artinya produksi beras dalam negeri mengalami penurunan 40 – 50 persen dibandingkan panen pada raya padi pada bulan Maret – April 2024.
Badan Pusat Statistik mencatat pada bulan Maret 2024 Pemerintah telah mengimpor sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai USD 371, 60 juta. Pada 22 April 2024 menugaskan Bulog mengimpor beras sebanyak 3,6 juta ton dan impor ini akan terus berlanjut sampai akhir tahun 2024. Alasan impor ini untuk menjaga stabilitas harga beras.
Menjadi pertanyaan ke manakah produksi beras yang dihasilkan petani? Bukankah telah banyak inovasi teknologi telah diaplikasikan oleh peneliti untuk menjaga agar produksi tetap optimum di sawah-sawah.
Kenyataan percobaan yang dilakukan dalam hal aplikasi teknologi mulai perbaikan lahan, pemupukan, pengairan, pemeliharan tanaman sampai panen dan pengolahan hasil panen telah menunjukkan hasil yang sangat memuaskan karena Indonesia punya beratus-ratus bahkan beribu-ribu pakar di bidang pertanian dengan tanah yang subur. Kenapa kita harus masih impor?
**
Berat pertanyaan, Berat juga jawaban. (*)