English English Indonesian Indonesian
oleh

Keluarga Besar Wija Karaeng Bangkailong Daeng Parani Gelar Pertemuan Akbar di Bulukumba

FAJAR, BULUKUMBA-Keluarga besar wija Karaeng Bangkailong Daeng Parani, Arung Bulukumpa yang bertahta pada tahun 1780 Masehi di era Raja Bone ke-23, La Tenritappu Toappaliweng (Sultan Ahmad Ash – Sholih), menggelar pertemuan akbar di Bola Kambara’e Tanete, Kabupaten Bulukumba. Kegiatan ini berlangsung pada hari Selasa, 18 Juni 2024.

Ketua Panitia kegiatan silaturrahim, Andi Rahmat Ansaruddin SH mengatakan, silaturrahim keluarga besar Karaeng Bangkailong Daeng Parani ini merupakan momentum yang tepat untuk mempererat kembali kekeluargaan agar lebih saling mengenal satu sama lain. Sehari-hari, beberapa keturunan Arung Bulukumpa ini sibuk dengan kegiatan masing-masing dan tersebar di seluruh penjuru nusantara.

“Pertemuan ini penting untuk menjaga hubungan kekeluargaan yang erat di antara kami, mengingat banyak dari keturunan Arung Bulukumpa yang sibuk dengan aktivitas masing-masing dan tersebar di seluruh Indonesia,” ujar Andi Rahmat.

Sekretaris panitia, Andi Hamka SH juga menyatakan, sudah waktunya wija Karaeng Bangkailong Daeng Parani bersatu dalam simpul kerukunan keluarga yang besar untuk bersama-sama dalam berbagai kegiatan positif yang dapat memberikan semangat baru kepada rumpun keluarga besar ini.

“Saatnya kita bersatu dalam kerukunan keluarga yang masif, melakukan berbagai kegiatan positif bersama yang tentunya dapat memberikan semangat baru kepada keluarga besar ini,” kata Andi Hamka.

Andi Hamka juga menjelaskan bahwa Karaeng Bangkailong Daeng Parani adalah sosok pemimpin yang tegas dan amanah dalam menjalankan pemerintahannya sebagai Arung Bulukumpa di era Raja Bone ke-23 tersebut. Beliau menjabat sebagai Arung Bulukumpa pada tahun 1780 Masehi dan dilantik oleh Raja Bone ke-23, La Tenritappu Toappaliweng.

Ketika perang saudara terjadi antara Kerajaan Bone dan Addatuang Sidenreng di Segeri, Pangkep, beliau diutus menjadi Panglima Perang untuk menghentikan serangan musuh di Salo Segeri yang dibendung oleh lawan. Perang tersebut berlangsung selama tiga tahun hingga beliau wafat dalam perang tersebut bersama penasehat dan kudanya.

“Inti dari kegiatan ini adalah sebagai pengingat kepada generasi penerus bahwa sejarah harus tetap dijaga, agar anak cucu kita tahu dan paham bahwa pendahulu kita berjuang dengan darah, moral, harta, dan banyak lagi,” jelas Andi Hamka.

Pertemuan ini diharapkan dapat menjadi awal dari banyak kegiatan positif lainnya yang akan mempererat tali persaudaraan di antara keturunan Karaeng Bangkailong Daeng Parani. (*)

News Feed