BULUKUMBA, FAJAR — Jatah pupuk subsidi Bulukumba sisa sembilan ton tahun ini. Kuota itu berkurang 50 persen lebih dibanding 2023 lalu yang sebanyak 19 ton.
Berkurangnya pupuk subsidi tersebut berdampak pada petani. Kuota itu akan mengurangi pendapatan mereka. Sebab, mereka terpaksa membeli pupuk nonsubsidi pada masa tanam awal tahun ini. Itu lantaran sulitnya mendapatkan pupuk subsidi.
“Mau tidak mau harus beli. Sawah butuh pupuk agar produksi padi maksimal,” kata petani di Desa Padang, Kecamatan Gantarang, Anwar.
Tak lama lagi, masa tanam tiba, sehingga petani sangat membutuhkan pupuk. Dia berharap ada solusi dari pemerintah.
Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Holtikultura Bulukumba, Thayeb Maningkasi mengatakan pihaknya mengusulkan 25 ton pupuk subsidi ke pemerintah pusat. Itu berdasarkan kebutuhan petani.
“Gambarannya secara ideal kita butuh 25.000 kg per tahun, namun kembali lagi ke pusat,” kata Thayeb.
Dia tidak tahu apa alasan pemerintah pusat melakukan pengurangan jatah pupuk subsidi untuk Bulukumba. “Perlu diingat, penyaluran dan distribusi pupuk diatur Kemendag. Pertanian hanya dasar kuotanya,” katanya.
Pengurangan pupuk subsidi kemungkinan untuk menuju pertanian “blue energy dan green revolution”, atau mengurangi penggunaan bahan kimia.
“Contoh kasar saja, sekarang itu sangat sulit kita menemukan cacing tanah, tanda bahwa mikroorganisme sudah berkurang,” jelasnya.
Hanya saja tidak boleh instan harus sedikit demi sedikit. Perlu keterlibatan semua pihak dengan melakukan kolaborasi. Meski pupuk subsidi dikurangi, Thayeb mengaku masih optimis Bulukumba capai target produksi padi sebanyak 246.897 ton.