English English Indonesian Indonesian
oleh

Revisi UU Penyiaran untuk Si(Apa)?

Salah satunya misalnya terkait kasus korupsi yang masif terjadi. Indonesia sudah punya lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan diperkuat dengan KPK, BPK, APIP, BPKP, PPATK dan sebagainya namun fakta berbicara lain. Bukannya kasusnya berkurang dengan banyaknya lembaga tersebut namun kasus korupsi merajalela. Bahkan oknum-oknum dari kepolisian, jaksa, hakim hingga BPK ikut terseret ke dalam pusaran kasus korupsi. Di sinilah peran jurnalisme investigasi sebagai watchdog (pengawas) independen bagi penyalahgunaan kekuasaan.

Larangan penyiaran secara eksklusif jurnalisme investigasi yang merupakan praktik tertinggi dari jurnalisme juga akan berdampak secara ekonomi ke media. Daya tarik konten suatu media akan terdegradasi sehingga media massa akan dipaksa untuk terus berinovasi lebih keras agar tidak kehilangan basis penonton atau pembacanya imbas pelarangan konten liputan investigasi.

Sebagai bagian integral dari sistem komunikasi massa, liputan investigasi harusnya dibiarkan tumbuh subur untuk menjaga sehatnya demokrasi. Masyarakat berhak mendapatkan konten yang berkualitas, beragam, dan edukatif. Tentu dengan pelarangan atau pembatasan terhadap jurnalisme investigasi akan menciptakan masa depan yang kelam bagi jurnalisme dan demokrasi secara keseluruhan. Fungsi pengawasan akan tergerus, transparansi dan akuntabilitas menurun, dan kualitas informasi yang diterima publik akan terdegradasi.

Idealnya, aturan yang termaktub di UU Penyiaran mestinya disusun dengan prinsip untuk menjamin kebebasan pers dan kebebasan berekspresi, juga memberi ruang untuk keberagaman konten, dan perlindungan terhadap kepentingan publik. Namun jika revisinya justru berbanding terbalik dengan prinsip ideal tersebut maka tujuan revisi UU Penyiaran kira-kira untuk siapa atau kira-kira untuk apa?

News Feed