English English Indonesian Indonesian
oleh

Menguak Makna Simbolik Haji

Oleh: Aswar Hasan/ Dosen Fisip Unhas

Di bawah terik mentari Makkah yang membara, diiringi derap langkah jutaan insan dari seluruh penjuru dunia berkumpul, bersatu dalam irama langkah spiritual yang mentauhidkan  diiringi denyut nadi semata beribadah kepada Allah Swt. Mereka adalah para peziarah suci, menapaki jejak para nabi dalam drama simbolik yang agung: Ibadah Haji.

Bagi Dr. Ali Syariati, cendekiawan Muslim terkemuka yang bergelar Rasyanfikr (Pemikir yang tercerahkan), Haji bukan sekadar ritual rutin, melainkan sebuah perjalanan transformatif, yang mengantarkan manusia pada evolusi eksistensial menuju Sang Pencipta. Dalam setiap langkah dan ritualnya, terkandung makna simbolik yang mendalam, menguak tabir hakikat penciptaan dan esensi pengabdian manusia kepada Allah.

Ketika seorang memulai Miqat dia memulai memasuki gerbang suci di mana para peziarah melepaskan diri dari kesibukan duniawi, melambangkan pelepasan egoisme dan kesombongan. Di sini pun mereka mengenakan Ihram, jubah putih polos yang tak berjahid menandakan kesucian dan kesetaraan di hadapan Allah. Tak ada lagi perbedaan status sosial, ras, maupun harta. Semua berbaur dalam persaudaraan universal, tunduk di bawah panji Ilahi.

Semuanya menuju Ka’bah, bangunan kubus yang menjadi kiblat umat Islam, adalah simbol ketetapan dan keabadian Allah. Di sanalah Hajar Aswad, batu hitam yang konon dibawa oleh Nabi Ibrahim, menjadi simbol sumpah setia manusia kepada Rabbnya. Di hadapan Ka’bah, para peziarah bertawaf, mengitari Baitullah dengan penuh khusyuk, melambangkan orbit manusia mengelilingi Sang Pencipta.

Di sekitar Ka’bah terdapat Makam Ibrahim, tempat di mana Nabi Ibrahim berdiri saat membangun Ka’bah, menjadi simbol realitas sejarah. Di sini, para peziarah diingatkan akan perjuangan para nabi dan leluhur dalam menegakkan tauhid. Sa’i, perjalanan bolak-balik antara bukit Safa dan Marwah, melambangkan optimisme hidup dan tekad pantang menyerah dalam menggapai ridha Allah.

Arafah, adalah padang luas nan sunyi di mana para peziarah bermunajat dan memohon ampunan, menjadi simbol ilmu pengetahuan dan kearifan. Di sini, manusia diajak untuk merenungi diri, memikirkan hakikat kehidupan dan kematian, serta makna pengabdian kepada Allah.

Masy’aril Haram (Muzdalifah), tempat berkumpulnya para peziarah di tengah malam, menjadi simbol kesadaran dan intuisi. Di sini, manusia diajak untuk membangun kepekaan spiritual dan memperkuat hubungan dengan Allah.

Mina, merupakan lembah bersejarah di mana Nabi Ibrahim diperintahkan untuk mengorbankan putranya, Ismail, menjadi simbol cinta dan kesyahidan. Di sini, para peziarah melempar jumrah, melambangkan perlawanan terhadap godaan setan dan komitmen untuk menegakkan kebenaran.

Akhirnya, memotong rambut (tahallul) setelah menyelesaikan ritual haji melambangkan syukur manusia atas limpahan rahmat dan hidayah Allah. Dan kurban, penyembelihan hewan, menjadi simbol kepasrahan mutlak dan peleburan sifat hayawaniyah manusia, mengantarkannya pada pencerahan spiritual dan kedekatan dengan Allah. Berkorban itu pun diamalkan bagi seluruh kaum muslimin di seluruh dunia termasuk yang tidak sedang berhaji. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah (Qur’an Surah Al Kautsar ayat 2). (*/)

News Feed