English English Indonesian Indonesian
oleh

Mempertimbangkan Ulang Pemilihan Gubernur Secara Langsung

Oleh: Rahmat Muhammad/ Sosiolog/KPS S3 Sosiologi Unhas

Pemilihan gubernur secara langsung telah menjadi fenomena politik yang menarik di Indonesia sejak era reformasi.

Proses ini mencerminkan demokrasi partisipatif, di mana masyarakat diberikan kesempatan untuk memilih pemimpin daerah mereka sesuai dengan aspirasi lokal. Di satu sisi, pemilihan langsung gubernur memungkinkan masyarakat untuk terlibat aktif dalam proses demokrasi, memperkuat legitimasi pemerintah daerah dan menciptakan rasa kepemilikan di kalangan warga. Pemimpin yang dipilih secara langsung idealnya cenderung lebih akuntabel dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat, karena mereka harus memenuhi janji kampanye dan bekerja demi kepentingan publik.

Namun, di wilayah dengan dinamika politik yang kompleks seperti Sulawesi Selatan (Sulsel), pemilihan langsung gubernur juga membawa sejumlah tantangan serius. Kampanye yang intens dan kadang kala memecah belah dapat memicu polarisasi di antara masyarakat. Isu-isu SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan) sering digunakan untuk menggalang dukungan, yang dapat mengakibatkan fragmentasi sosial. Polarisasi yang tajam selama kampanye sering kali berlanjut bahkan setelah pemilihan usai, meninggalkan jejak ketegangan di dalam komunitas yang mempengaruhi stabilitas sosial.

Semua stakeholder harus terlibat untuk menciptakan suasana yang kondusif di Sulsel pada tahun politik ini. Sulsel dikenal dengan dinamika politiknya yang luar biasa. Dalam situasi normal saja, orang luar menilai Sulsel itu keras, apalagi di tahun politik seperti sekarang. Salah satu tugas utama pemimpin adalah menciptakan rasa aman bagi masyarakatnya. Mempertahankan kondusifitas wilayah, dan misi tersebut ada di pundak Penjabat (Pj) Gubernur yang menjabat saat ini.

Memasuki tahun politik, ketegangan dan polarisasi sering kali meningkat. Kampanye politik yang intens dan kadang kala memecah belah dapat mempengaruhi stabilitas sosial di berbagai wilayah, termasuk Sulsel. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, termasuk pemerintah, partai politik, tokoh masyarakat, dan warga, untuk berperan aktif dalam menjaga suasana yang damai dan kondusif. Pemimpin daerah, khususnya Pj Gubernur, memiliki tanggung jawab besar dalam hal ini. Mereka harus mampu mengelola dinamika politik dengan bijak, memastikan bahwa setiap langkah yang diambil dapat meredakan ketegangan dan membangun kepercayaan publik.

Keberhasilan dalam menciptakan suasana kondusif di tahun politik ini sangat bergantung pada sinergi dan kolaborasi antara berbagai stakeholder. Pemerintah daerah harus bekerja sama dengan aparat keamanan untuk memastikan keamanan selama proses pemilihan. Partai politik dan kandidat harus mengedepankan kampanye yang damai dan bertanggung jawab, menjauhkan diri dari isu-isu yang dapat memicu konflik. Tokoh masyarakat dan pemimpin komunitas juga memiliki peran penting dalam menyebarkan pesan perdamaian dan persatuan kepada masyarakat luas.

Menghadapi tantangan ini, Sulsel membutuhkan pemimpin yang tidak hanya mampu mengelola pemerintahan dengan efektif, tetapi juga memiliki kapasitas untuk menjadi figur pemersatu di tengah masyarakat yang beragam. Pj Gubernur diharapkan dapat mengambil langkah proaktif untuk mengantisipasi dan merespons setiap potensi gangguan keamanan dengan cepat dan tepat. Selain itu, dialog dan komunikasi yang terbuka antara pemerintah dan masyarakat sangat penting untuk membangun kepercayaan dan mengurangi ketegangan.

Salah satu solusi yang diusulkan adalah mengubah peran gubernur menjadi lebih bersifat koordinatif, mirip penugasan Pangdam, Kapolda dan Kajati sebagai perpanjangan pemerintah pusat di daerah, sehingga tidak ada periode waktu tertentu kecuali ada pertimbangan tertentu dari Presiden cq. Mendagri. Dalam model ini, gubernur tidak lagi dipilih secara langsung oleh masyarakat, melainkan ditunjuk oleh pemerintah pusat. Fungsi utama gubernur adalah mengoordinasikan kebijakan antara pemerintah pusat dan kabupaten/kota di wilayahnya, memastikan sinergi dalam pelaksanaan program-program pembangunan.

Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari perubahan ini. Pertama, dengan dihapuskannya pemilihan langsung gubernur, potensi polarisasi politik yang memecah belah masyarakat dapat diminimalisir. Kampanye yang seringkali memicu konflik horizontal tidak lagi menjadi bagian dari proses pemilihan gubernur. Kedua, penghapusan pemilihan langsung juga dapat menghemat anggaran negara yang cukup besar, yang selama ini digunakan untuk penyelenggaraan pemilihan. Dana yang dihemat ini dapat dialokasikan untuk program-program pembangunan lain yang lebih mendesak dan bermanfaat bagi masyarakat. Ketiga, dengan penunjukan gubernur oleh pemerintah pusat, diharapkan dapat menekan praktik politik uang dan korupsi, serta memastikan bahwa yang terpilih adalah individu dengan integritas dan kompetensi tinggi.

Namun, perubahan ini tidak lepas dari tantangan. Resistensi dari partai politik dan kelompok masyarakat yang merasa hak memilih mereka dicabut adalah salah satu tantangan terbesar. Banyak yang mungkin melihat perubahan ini sebagai langkah mundur dari demokrasi partisipatif. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa penunjukan gubernur oleh pusat dapat mengurangi otonomi daerah dan mengembalikan pola sentralisasi kekuasaan yang pernah ada di masa lalu.

Untuk menjaga semangat demokrasi, pemilihan langsung tetap diadakan untuk bupati dan wali kota. Hal ini penting karena di tingkat kabupaten/kota, interaksi antara pemimpin dan masyarakat lebih dekat dan nyata. Pemilihan langsung di tingkat ini memungkinkan masyarakat tetap memiliki suara dalam memilih pemimpin daerah yang paling dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Secara keseluruhan, mengubah jabatan gubernur menjadi posisi koordinatif yang ditunjuk oleh pemerintah pusat adalah sebuah solusi yang patut dipertimbangkan untuk mengatasi berbagai masalah yang muncul dalam pemilihan gubernur saat ini. Meskipun ada tantangan yang harus dihadapi, potensi keuntungan berupa stabilitas politik dan efisiensi pemerintahan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat luas. Pada akhirnya, tujuan utama dari setiap perubahan sistem haruslah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi yang sehat dan berintegritas tetap terjaga. (*)

News Feed