Ia berharap masuknya film “Lafran” di tengah gempuran film horor bisa menjadi pilihan baru bagi penikmat film di Makassar.
Film “Lafran” mengisahkan sosok aktivis pemuda Islam, Lafran Pane. Film dimulai dengan menggambarkan kehidupan Lafran kecil hingga remaja di Sipirok, Sumatra Utara.
Pada masa tersebut, Lafran dikisahkan sempat merasakan kelamnya pendudukan Belanda lalu Jepang. Bahkan, ayah Lafran yang diperankan aktor kawakan Mathias Muchus berkali-kali berkonflik dengan penjajah.
Beranjak dewasa, Lafran yang diperankan aktor muda berbakat Dimas Anggara, lalu merantau ke tanah Jawa. Lafran yang berjiwa pemberontak mulai tekun membaca buku, dan bergaul dengan tokoh-tokoh muda yang terlibat langsung dalam persiapan kemerdekaan Indonesia.
Lafran lalu mengenyam pendidikan tinggi di Yogyakarta, lalu berpikir untuk mendirikan basis perjuangan pemuda Islam yang sesuai asas Pancasila. Basis perjuangan tersebut yang menjadi cikal-bakal Himpunan Mahasiswa Islam.
“Ada beberapa teladan dan pondasi yang ditanamkan Almarhum Prof Lafran. Pertama, soal anak daerah yang berjuang ke pusat,” ucapnya.
Aspek ini relevan dengan teman-teman pemuda di Makassar, yakni hijrah untuk mendorong perubahan. Kedua, tentang Islam dan Indonesia yang tak terpisahkan. HMI adalah berpadunya perjuangan untuk bangsa dan nilai-nilai keislaman.
Usai Makassar, masih ada beberapa kota yang menjadi sasaran penayangan khusus Film “Lafran”. MN KAHMI menargetkan total 1,5 juta penonton film biopik ini. (wis)