Oleh: Mahrus Andis/ Seniman
Mencapai villa milik sahabat Armin Toputiri ini tidak gampang. Letaknya di puncak bukit. Karena itu, pemiliknya menempelkan nama yang terdengar tidak serius namun cukup artistik, yaitu “Villa di Atas Bukit”.
Hari pertama di tanggal 31 Mei 2024, rombongan Dewan Kesenian Sulsel yang kurang lebih 30 seniman, tiba di villa ini. Meskipun badan masih letih, residu perjalanan di atas bus kampus dari Makassar ke Malino: namun jiwa dan semangat kami tetap tegar. Kami tiba di tempat menginap pukul 20.00 lewat. Separuh perjalanan kami habiskan dengan senang. Canda lewat segmen saling menggoda bercampur “patua-tuai” di antara teman, menjadi aroma keakraban para seniman.
Malam itu pun Rapat Kerja Pertama Dewan Kesenian Sulsel 2024 langsung dimulai, tanpa ada embel-embel formalitas bergaya “Penyuluh Pembangunan” yang berkonten “Project Oriented.
Entah mengapa beberapa teman tidak tertarik cepat tidur seusai sesi diskusi bebas malam itu. Tapi saya dan Ram Prapanca sengaja bergegas menikmati malam yang “indah”. Layaknya sepasang pengantin baru, sitoboq lalang lipaq (maksudnya berjuang meredam rasa dingin), berselimut sarung di dalam kamar.
Besoknya, kami cepat bangun. Pemandangan di sekeliling villa sangat indah. Armin Toputiri, Arifin Manggau, Azis Nodjeng, Bahar Karca, Bahar Merdu, dan beberapa teman perempuan yang tidak sempat saya catat namanya, sepakat memanfaatkan momen pagi yang indah, basah dan dingin itu untuk berfoto.
Ada sukma baru bergelayut di benak kami. Bahwa, Rapat Kerja Dewan Kesenian Sulsel 2024 yang pertama di tempat ini seakan mencubitkan kembali semiotika kemahabesaran Tuhan. Di sini, di villa di atas bukit ini, seniman berdialog dengan bukit hijau, lembah menganga, kabut menggumpal, angin kecil menyapa dan seperangkat ayat-ayat Tuhan lainnya.