English English Indonesian Indonesian
oleh

Mendesain Perlindungan Lansia

Oleh: Muhammad Zuhri Bahri, Pemerhati Lansia, Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan

Pensiun, bersara, purnatugas, purnakarya, atau purnabakti adalah keadaan ketika seseorang yang sudah tidak bekerja lagi karena usianya sudah lanjut dan harus diberhentikan, ataupun atas permintaan sendiri (pensiun muda). Seseorang yang pensiun biasanya memiliki hak atas dana pensiun atau pesangon. Bagaimana dengan yang tidak memiliki dana pensiun atau pesangon?

Usia harapan hidup orang Indonesia diperkirakan mencapai 75 – 77,5 tahun, di mana jika mengacu data Biro Pusat Statistik (BPS), angka harapan hidup di negara kita terus meningkat. Sementara usia pensiun adalah antara 56 – 60 tahun atau mulai masuk kategori lanjut usia (lansia), ketika seseorang mencapai usia 60 tahun ke atas. Pada 2024 jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan mencapai 282.246.600 penduduk, usia produktif (15-64 tahun) mendominasi, yaitu mencapai 191.570.000 penduduk (67,9 persen). Sementara usia non produktif, yakni di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun berjumlah 90.676.600 penduduk (32,1 persen)dari keseluruhan penduduk.

BPS pada 2016 merilis data tentang jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia yang naik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020 sebesar 27,0 juta; 2025 sebesar 33,69 juta; dan 2030 sebesar 40,95 juta. Adapun kategori lansia menurut usia adalah antara usia 45-59 tahun yang merupakan pra lansia, usia 60-69 tahun merupakan lansia muda, usia 70-79 tahun merupakan lansia madya, dan 80-89 tahun merupakan lansia tua.

Proyeksi penduduk lansia yang meningkat dari tahun ke tahun tentu saja memerlukan perhatian khusus, mengingat tidak semua lansia memiliki dana pensiun atau pesangon di mana selama usia produktif. Golongan pemilik dana pensiun adalah pekerja pada sebuah perusahaan yang menyiapkan dana pensiun untuk karyawannya.Berikutnya adalah golongan yang tidak bekerja dan tidak memiliki perencanaan keuangan saat masih berusia produktif.

Sebuah penelitian yang dilakukan The PRAKARSA pada 2020 menyatakan jumlah populasi lansia di Indonesia tahun 2019 telah mencapai 10 persen dari total populasi yang bila dilihat dari kondisi kesejahteraannya, lansia di Indonesia belum sepenuhnya sejahtera. Lansia merupakan kelompok dengan kemiskinan yang relatif lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya. Budaya Indonesia juga mempengaruhi status tinggal lansia, di mana mayoritas lansia tinggal dalam keluarga tiga generasi dan sebagian besar dengan status sosial ekonomi bawah. Dan mayoritas lansia tidak memiliki sumber pendapatan yang pasti.Penelitian ini melihat kondisi kesejahteraan lansia berdasarkan framework OECD for Measuring Well-being dan UN Principles for Older Person.

Kondisi tersebut di atas belakangan dikenal dengan istilah sandwich generation untuk menggambarkan generasi yang merasa seperti ‘terjepit’ antara tanggung jawab merawat orang tua dan anak-anak mereka yang masih membutuhkan perhatian. Kondisi ini diprediksi hingga tahun 2045 yang digadang bakal menjadi Indonesia Emas atau gold generation bakal terjadi lonjakan sandwich generation yaitu sebesar 77,8 persen.

Berdasarkan sebuah survei CBNC Indonesia pada 2021 lalu sebesar  48,7 persen masyarakat produktif yaitu usia 25-45 tahun di Indonesia merupakan generasi sandwich yang memiliki tanggungan finansial atas keluarganya. Dari jumlah tersebut, hanya 13,4 persen yang memiliki kesiapan finansial dalam memenuhi pengeluaran pokok, menabung, dan berinvestasi. Munculnya sandwich generation ini disebabkan oleh pengelolaan keuangan rumah tangga yang tidak efektif sehingga mengakibatkan kegagalan finansial.Untuk mengatasi permasalahan yang timbul di generasi selanjutnya, setiap orang yang pasti akan mengalami masa lansia, kini dapat mempersiapkan keuangan dengan lebih baik di masa tua atau pensiun nanti.

Belajar dari Skandinavia

Beberapa bulan lalu, penulis berkesempatanmengunjungi Denmark, Swedia, danNorwegia yang merupakannegara-negaraSkandinavia, dan mengamati bahwa negara yang sejakabad 19telahmenerapkanwelfare statesecara mandatory di mana negarabertanggungjawabpenuhataskesejahteraanmasyarakatnyamemiliki sistem yang tertata terkait persiapan pensiun di negara-negarayang berada di wilayah Eropa Utara itu. Pemerintahan di Skandinavia, seperti Swedia misalnya telah membuat sistem yang membuat warganya memiliki persiapan matang melalui pajak yang dibayarkan sebagai persiapan pensiun. Kebanyakan orang yang bekerja atau pernah bekerja di Swedia juga mendapatkan dana pensiun dari pemberi kerja, beberapa juga telah menabung sendiri untuk dana pensiun mereka. Pensiun secara nasional menjadi tanggung jawab otoritas pensiun Swedia yaitu Badan Pensiun Swedia (Pensionsmyndigheten). Bagi warga yang memiliki penghasilan rendah atau tidak sama sekali, mereka juga berhak atas jaminan pensiun yang ditanggung oleh negara.

Bagaimana dengan Indonesia, melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, pemerintah memberikan satu program Jaminan Pensiun yang diharapkan akan menjadi pelindung saat warganya menapaki usia pensiun. Bagi masyarakat yang bekerja, jaminan pensiun dibayarkan oleh peserta dan perusahaan di mana peserta ini bekerja atau peserta yang tergolong dalam kategori Penerima Upah (PU). Namun bagi warga negara yang tidak bekerja atau memiliki usaha mandiri, persiapan dana pensiun dapat dilaksanakan secara mandiri atau golongan Bukan Penerima Upah (BPU).

Dalam konteks perlindungan di hari tua, kedua program yaitu Jaminan Pensiun (JP) dan Jaminan Hari Tua (JHT) telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 109 tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial. Sementara ini, untuk program BPU yang ikut serta sebagai peserta jaminan sosial ketenagakerjaan hanya mengikuti dua program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan disarankan untuk ikut program JHT. Jika dilihat dari urgensi terhadap perlindungan pekerja jangka panjang, dalam hal ini sampai orang memasuki masa tidak produktif atau lansia maka sangat dianjurkan agar BPU dapat mengikuti tiga program yang ada yaitu JKK, JKM, dan JHT yang menjadi satu kesatuan yang bisa diikuti oleh pekerja BPU.

Melihat regulasi tersebut kepesertaan dalam program PU adalah bersifat mandatory maka pengaturan kepesertaan terhadap BPU juga harus diinisiasi sebagaimana dilakukan di kepesertaan PU, hal tersebut perlu dilakukan untuk menguatkan terhadap perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan secara umum baik itu PU atau pun BPU.

Terkait kepesertaan BPU, hingga tahun 2023 peserta BPJS Ketenagakerjaan BPU mencapai 9.192.755 dari total peserta yaitu sebanyak 41.560.938 peserta, namun dari jumlah peserta BPU aktif yang terdaftar sebagai peserta Jaminan Hari Tua (JHT) tersebut baru sebanyak 632.794 peserta.Untuk tahun 2024 BPJS Ketenagakerjaan menetapkan target peserta BPU sebanyak 12.870.000 peserta.

Melihat jumlah kepesertaan yang relatif masih sangat kecil maka secara regulasi pemerintah perlu mendorong masyarakat khususnya BPU dengan mengeluarkan regulasi yang memandatorikan peserta BPJS Ketenagakerjaan kategori BPU tidak hanya mendaftar sebagai peserta JKK dan JKM, tapi juga diharapkan dapat mengikuti program JHT dari lima program yang ada yaitu JKK, JKM, JHT, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), dan Jaminan Pensiun (JP) di mana untuk Pekerja Penerima Upah (PU) hal tersebut sudah menjadi mandatory dan ada regulasi yang mengaturnya.

Harapannya pemerintahan baru PresidenterpilihPrabowoSubiantodan Gibran RakabumingRakadapatmemberikanperhatianlebihseriusterkait dengan perlindungan bagi seluruh pekerja baik PU dan BPU secara lebih memadai untuk menjamin kelangsungan hidupnya dan masa tuanya.

Menuai Sejahtera

Persiapan untuk menghadapi lansia agar mandiri dan tidak menjadi beban bagi keluarga, perlu dilaksanakan dengan edukasi dan literasi perencanaan jangka panjang bagi seluruh pekerja untuk memastikan bahwa di masa tuanya para pekerja mendapatkan perlindungan secara memadai, oleh karena itu menjadi satu kewajaran jika seluruh pekerja selain menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional(JKN) dan sejenisnya atau asuransi kesehatan sejenisnya, diharapkan juga menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan minimal dengan tiga program JKK, JKM, dan JHT.

Dilihat dari kepesertaan program di mana PU selain mengikuti program JKK dan JKM yang sangat bermanfaat ketika mereka mendapatkan risko pada saat bekerja, pekerja kategori PU ini juga memiliki jaminan yang untuk hari tua mereka tatkala pensiun. Sehingga, bila saat ini pekerja kategori BPU tidak diwajibkan untuk mengikuti program JHT, maka tidak ada jaring pengaman bagi mereka ketika sudah memasuki usia lanjut atau pensiun. Sehingga program BPU dapat menjadikan program JP sebagai pilihan yang diambil untuk mempersiapkan jaminan di masa tua, karena tidak memiliki jaminan pensiun.

Hal utama adalah membangun kesadaran warga untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dan program dana pensiun lainnya. Paling tidak ketika mempersiapkan dana pensiun dengan baik maka Lansia memiliki modal kuat untuk tidak membebani keluarga dan lingkungan sosial. Di masa tuanya para lansia diharapkan tetap aktif dan produktif. Dalam hal ini negara telah membuat desain untuk para lansia agar bersiap diri. BPJS Ketenagakerjaan sebagai instrumen yang dipergunakan perlu mendapat dorongan melalui regulasi agar kepesertaan JHT dapat meng-cover seluruh pekerja baik formal (PU) dan nonformal (BPU).

Seiring dengan bertambahnya usia para lansia ini, mereka akan memiliki risiko yang dihadapi,baik secara individual maupun secara sosial. Secara individu, semakin bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan fungsi degeneratif yaitu penyakit yang terjadi akibat penurunan organ dan jaringan tubuh yang terjadi secara perlahan. Penyakit ini bisa berdampak pada kualitas hidup penderitanya, mulai dari degenerasi sistem saraf, kardiovaskular, hingga muskuloskeletal.

Alih-alih munculnya generasi sandwich, secara sosial anak-anak muda sekarang juga mengalami pergeseran nilai pada hubungan anak dan orangtua. Anak tidak lagi menganggap orangtua adalah pepunden (junjungan) di mana orang tua menjadi tanggung jawab anak, seiring berjalannya waktu paradigma tersebut makin bergeser, maka lansia dituntut agar bisa mandiri. Agar Lansia tidak terlalu membebani sanak keluarga dan lingkungan, maka sebelum menjadi lansia perlu adanya sebuah strategi menyiapkan masa tua. Salah satunya dengan mengikuti program jaminan sosial baik kesehatan maupun ketenagakerjaan.

Dengan mengikuti program JHT BPJS Ketenagakerjaan, peserta akan mendapatkan uang tunai yang besarnya merupakan akumulasi dari iuran yang telah dilakukan ditambah dengan hasil pengembangan setidaknya seorang lansia memiliki cadangan dana secara mandiri di hari tuanya.

Di Indonesia kehadiran negara terhadap para lanjut usia ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021 tentang Strategi Nasional Kelanjutusiaan, di mana pemerintah memberikan perhatian khusus kepada lanjut usia. Mandat Peraturan Presiden tersebut ditujukan kepada kementerian/lembaga untuk mewujudkan lanjut usia sejahtera, mandiri, dan bermartabat. Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) ditetapkan untuk diperingati setiap tanggal 29 Mei.Peringatan HLUN ini merupakan sebuah upaya pemerintah untuk mengapresiasi semangat jiwa raga serta menghargai peran penting dan strategi para lanjut usia di Indonesia, sekaligus berfungsi sebagai pengingat untuk menghargai dan menghormati populasi lansia di Indonesia dan mengakui pencapaian luar biasa mereka yang diberikan kepada masyarakat. Selamat memperingati Hari Lanjut Usia, persiapkan diri sebaik mungkin agar dapat memasuki masa lansia yang mandiri, produktif, bermartabat, dan sejahtera.(*)

News Feed