Secara umum, Inflasi pangan di Indonesia pernah mencapai 8,9 persen pada September 2022 melebih batas toleransi kebijakan stabilitas harga 5 persen, disebabkan karena faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal akibat perang di Rusia dan Ukraina yang mengganggu pasokan produksi dan distribusi pupuk dan bibit untuk menghasilkan komoditas pangan global. Sedang faktor internal, disebabkan kondisi iklim di Indonesia, akibat El Nino telah menekan kapasitas produksi dan distribusi bahan pangan di berbagai daerah Indonesia, jadi pasokan menjadi tidak merata. Akibatnya, terbatasnya stok komoditas pangan di banyak daerah sehingga berkontribusi pada inflasi pangan yang tinggi, khususnya komoditas beras.
Oleh karena itu para otoritas terkait di Indonesia mengambil langkah serius untuk mengambil kebijakan menjaga stabilitas nilai mata uang domestik, stabilitas harga nasional. Diinisiasi oleh bank sentral Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter dengan melaksanakan bauran kebijakan, bekerja sama secara bersinergi dengan Pemerintah Pusat, Pemda, otoritas Fiskal dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta otoritas sektoral terkait dengan mengambil peran masing-masing sesuai tupoksinya agar supaya persoalan inflasi komoditas pangan tersebut akan dapat dikendalikan secara tepat sehingga target inflasi secara umum (IHK) dapat terealisasi.
Mekanisme kebijakan yang diterapkan dilakukan dengan memperkuat empat pilar strategi, mencakup (4K), yakni: Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif. Termasuk menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).