Moneter global belum normal. Itu menimbulkan ketidakpastian (uncertainty), termasuk di Indonesia.
Sampai hari ini Bank Sentral Amerika Serikat (FED), bunga acuannya masih bartengger pada 5,25 persen. Bank Indonesia (BI) juga bunga acuannya masih tetap pada 6,25 persen. Tingkat bunga acuan ini entah sampai kapan berkelanjutan.
Akan tetapi, dengan ketidakpastian ini, bagi kaum masyarakat menengah ke atas ditunjang oleh capital intellectual, mengubah ancaman menjadi peluang untuk menambah pundi-pundi. Baik melalui simpanan di bank, ikut pasar modal, pasar uang, beli emas, hingga properti yang menurut mereka merupakan jenis investasi yang dapat melipatgandakan asset.
Bagi mereka yang masih terbiasa dengan simpanan di bank berupa tabungan dan deposito, perlu diberikan gambaran untung rugi investasi di bank dalam bentuk tabungan maupun deposito berjangka. Saat ini bunga tabungan rata-rata perbankan 1,5 persen per tahun, bunga deposito berjangka tertinggi perbankan 3 persen pe rtahun, belum termasuk pajak pendapatan bunga.
Untuk bunga deposito berjangka, pihak perbankan menggunakan tarif bunga papan pengumuman. Ada juga tarif berupa special rate atau tarif bunga deposito berdasarkan negosiasi antara bank dan calon deposan dengan pertimbangan besarnya jumlah deposito yang disimpan.
Special rate rata-rata perbankan untuk deposito berjangka, bunganya sampai dengan 3,75 persen per tahun. Sesuai data BPS, posisi Februari 2024 tingkat inflasi untuk Sulsel sebesar 2,93 persen.
Hal ini berarti bagi para penabung di bank akan mengalami kerugian karena uang mereka berkurang sebesar 2,93 persen, sedangkan pendapatan bunga hanya 1,5 persen. Ini berarti ada kerugian nilai sebesar 1,43 persen. Lain halnya dengan simpan deposito berjangka, bunga special rate tertinggi 3,75 persen yang berarti masih ada kelebihan nilai sebesar 0,82 persen.