“Kami tidak menyembunyikan fakta bahwa senjata semacam itu akan digunakan untuk mencegah Seoul menciptakan pemikiran sia-sia,” tegas Kim.
Kementerian Unifikasi Korea Selatan menanggapinya dengan mengatakan pihaknya siap sepenuhnya untuk menghalau ancaman militer Korea Utara sejalan dengan aliansi militernya dengan AS.
Wakil juru bicara kementerian Kim Inae juga mengatakan transaksi senjata “ilegal” antara Korea Utara dan Rusia harus segera dihentikan.
Perdagangan senjata apa pun dengan Korea Utara merupakan pelanggaran terhadap beberapa resolusi Dewan Keamanan PBB yang sebelumnya didukung oleh Rusia, yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Pada bulan Maret, Menteri Pertahanan Korea Selatan Shin Wonsik mengatakan Korea Utara telah mengirimkan sekitar 7.000 kontainer berisi amunisi dan peralatan militer lainnya ke Rusia sejak tahun lalu.
Sebagai imbalannya, kata Shin, Korea Utara telah menerima lebih dari 9.000 kontainer Rusia yang kemungkinan berisi bantuan.
Pada bulan Januari, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby mengatakan rudal yang dipasok Korea Utara telah ditembakkan ke Ukraina.
Pada saat itu, para pejabat Ukraina juga mengatakan penyelidikan terhadap puing-puing rudal yang ditemukan di wilayah timur laut Kharkiv menunjukkan bahwa senjata tersebut kemungkinan besar berasal dari Korea Utara.
Pada bulan Mei, Gedung Putih juga mengatakan Rusia mengirimkan minyak olahan ke Korea Utara dalam jumlah yang melebihi batas Dewan Keamanan PBB.
Hubungan yang semakin erat antara Korea Utara dan Rusia terjadi ketika kedua negara terlibat dalam konfrontasi terpisah dengan Amerika Serikat – Korea Utara atas kemajuan program nuklirnya dan Rusia atas perang berkepanjangan di Ukraina.