Oleh: M. Kafrawy Saenong
Mahasiswa Program Doktor UIN Alauddin
dan Peneliti Lembaga Studi Kebijakan Publik
Inklusif dan eksklusif sedikit asing bagi sebagian orang di Indonesia. Serapan dari bahasa asing ini menjadi populer sejak tahun 2000 pascareformasi.
Inklusif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna bersifat inklusi yaitu ketercakupan. Inklusif mencakup seluruh elemen manusia, ragam, lingkungan, dan seluruh yang hidup harus dilakukan dengan adil dalam bahasa sederhana mencakup atau merangkul seluruh pihak. Lawan dari inklusif yaitu eksklusif yang memiliki makna terpisah dari yang lain. Tentunya, sifat inklusif menjadi hal baik bagi calon pemimpin kita di daerah masing-masing dan sifat eksklusif adalah sifat buruk yang harus dihindari bagi kita untuk memilih calon pemimpin nanti dalam hajatan pemilihan kepala daerah.
Pengajar Agama dan Modernisme UIN Alauddin, Gustia Tahir (2024) mengatakan bahwa inklusif merupakan bentuk universalisme dalam agama-agama yang ada di dunia. Seluruh umat manusia yang memiliki keyakinan, akan mengikuti ajaran agamanya untuk memiliki keterbukaan untuk menerima perbedaan yang ada. Merangkul bukan memukul yang menjadi aktivitas manusia untuk senantiasa mengajak dalam kebaikan. Momok agama yang seringkali menjadi eksklusif tentu bertentangan dengan ajaran-ajarannya yang luhur yaitu inklusif seperti cinta damai dan tolong-menolong. Dalam praktiknya, kita sebagai penghayat agama tidak dibenarkan untuk membeda-bedakan dalam memberi pertolongan.