Ide dasar dari penggarapan tari penutup ini bermula dari Risdal Muhayyang, salah seorang koreografer dari latar guru seni SMA 3 Takalar.
“Bermula dari nilai-nilai kepahlawanan menjadi titik berat, mengapa tari ini penting untuk diekspresikan. Di sisi lain, inilah salah satu karya yang dapat dikembangkan melalui nilai-nilai jejak sejarah serta kebudayaan lokal Takalar. Dalam konteks karya seni, tari ini bisa menjadi motivasi sehingga kedepan lebih banyak lagi tumbuh karya yang tidak terlepas dari nilai-nilai lokal daerah kita”, lanjut Risdal Muhayyang.
Adapun komposisi dari Tari ini dipenuhi dengan penari perempuan yang dibagi atas dua jenis tari yakni Tari Balira yang menggunakan properti Balira, serta Tari Masyarakat yang tanpa menggunakan Balira. Durasi pertunjukannya sekitar 10 menit, di awal tarian dibuka dengan narasi yang berlatar teks dan animasi dari I Fatima Daeng Takontu juga ayahnya Sultan Hasanuddin.
“Mewakili ISBI dalam penutup MTQ, saya memberikan sentuhan narasi yang berlatar dua dimensi, minimal visual terkait Fatima dan Baliranya serta ayahnya Sultan Hasanuddin dapat menjadi Cahaya untuk menerangi Tari Kolosal”, ungkap Ari Nugraha, alumnus ISBI.
Iringan musik pada Tari ini lebih kepada ketukan-ketukan yang bernuansa heroik. Konsep Tari Balira yang dibangun oleh tim koreo ini, identik dengan kondisi perang yang terjadi pada pasukan balira Fatima Dg. Takontu, karenanya, ada beberapa instrumen yang lebih ditonjolkan seperti perkusi untuk membangun suasana perang.
“Sesuai dengan pola gerak tari, beberapa instrumen yang diambil itu memadukan alat musik modern dan tradisional Makassar, seperti pui-pui, gong, suling, bedug, dan lainnya. Kemudian dipadukan dengan musik elektronik dan beberapa sound effect demi membangun suasana menegangkan serta ketukan gerak Tari Balira ini”, ungkap salah satu Tim Pemusik.