“Iyami anne angkana-kanai uru battuna karaeng Pattani Malayua, to panritana Pagaruyung Marangkaboa. Maklimbang dolangangi bedeng nasombalang tallasakna nabokoi Sumattara ka sakraki bedeng kalompoanga i lauk ri Malaka. Apaji na soremo ri Sanrobone na mambuaki singarakna Isilanga i raya….”
“Inilah syair yang mengisahkan kedatangan bangsawan Pattani dari tanah Melayu dan cerdik cendekia dari Pagaruyung Minangkabau. Telah mereka sebrangi samudra mengadu nasibnya sebab telah jatuh Malaka. Maka berlabuhlah mereka di Sanrobone dan menyeruaklah cahaya keislaman di tanah timur”.
Penggalan syair di atas berhasil membawa penonton lintas masa seakan masuk dalam memori masa lalu. Hingga akhirnya Tari Kolosal ini ditutup dengan simbol ko’bang, kubah dan Al-Quran sebagai penggambaran peradaban Islam yang dahulu masuk dan saat ini masih dipercayai oleh masyarakat Takalar.
Hebat, semua bupati-bupati yang duduk berdekatan mengatakan “Keren tarinya dipadukan dengan teknologi”, respon Sekda Takalar. “Saya berjanji berikan standar tinggi di setiap perhelatan event di Takalar dan memberdayakan potensi seniman Takalar yang berkualitas”, lanjutnya. Kreatifitas ini dibuktikan oleh Seniman asal Takalar Amin D.B selaku Pimpro dari latar belakang Sanggar Seni Ataraxia. Ia memberi judul Tari Kolosalnya yakni Panrannuangku yang artinya harapan atau cahaya pengetahuan.
Penari yang berjumlah 333 berlatar belakang dari SMP/MTS, SMA/MA tampil dengan elegan memperlihatkan penutup dengan formasi 33.
“Sebuah perasaan yang sangat istimewa, karena saya mewakili Takalar untuk bisa tampil dan memeriahkan acara opening.”, ungkap Rizki Amalia penari asal sekolah MA Salaka. “Selama ikut proses, Alhamdulillah banyak mendapat teman, pengalaman dan pengetahuan mengenai ragam tarian.”, ungkap Mutia penari Patorani asal SMAN 3 Takalar.