Sedangkan ciri-cirinya, meliputi: Mencakup sumber daya alam utama di darat, laut, dan dirgantara untuk hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; Memerhatikan kemakmuran rakyat dan kualitas hidupnya; Peluang yang sama dalam berusaha dan memperoleh pekerjaan; Tidak ada oligarki penguasa sumber daya alam bagi kelompok elite tertentu; Berlakunya mekanisme pasar yang adil dengan persaingan sehat; Pertumbuhan ekonomi yang menjunjung keadilan untuk kepentingan orang banyak dan meningkatkan kualitas hidup rakyat kebanyakan.
Tapi tampaknya, pelaksanaan dan tujuan kebijakan pembangunan berbasis sistem ekonomi kerakyatan tersebut hingga kini belum mampu direalisasi sesuai harapan, karena beberapa alasan yang dapat diterima maupun tidak . Contoh praktik penerapan sistem ekonomi kerakyatan telah dilaksanakan di beberapa negara, diantaranya di Jepang, Korea, China, Singapura, dan Malaysia. Sehingga bangsa kita dapat belajar dari negara-negara tersebut jika ingin mempraktekkan sistem ekonomi kerakyatan.
Dipenghujung masa regim pemerintahan saat ini, upaya menerapkan system ekonomi kerakyatan tampaknya kembali didengungkan untuk dilaksanakan nantinya oleh pemerintahan regim berikutnya dengan diundangkannya RPJPN/RPJPD 2025-2045, melalui delapan (8) pendekatan atau misi “Transformasi di bidang ekonomi” dalam rangka mencapai Visi Indonesia Emas, tahun 2045, yaitu Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan, dimana sekaligus dimaksudkan untuk memperingati 100 tahun Indonesia merdeka.