English English Indonesian Indonesian
oleh

Sudikah UIN menjadi Kepompong?

Tulisan kolom ini hanya membaca tanggapan Prof Hamdan Juhannis, Rektor UIN Alauddin Makassar atas sebuah tulisan berjudul “UIN: Beyond Islamic University”. Tanggapan Prof Hamdan itu berjudul “Menuju Transformasi 2.0?”.

Rupanya tulisan Prof Hamdan dan tulisan yang ia tanggapi berwacana tentang kualitas perguruan tinggi agama Islam, termasuk UIN, yang antara lain menilai bahwa transformasi dari IAIN menjadi UIN, belum tuntas. Masih banyak “pekerjaan rumah” yang harus dibenahi guna mengakselerasi kemajuan perguruan tinggi agama Islam.

Kalau ikut dengan wacana itu, saya ingin mengajak sahabatku, rektor UIN untuk memperhatikan dan bersama-sama kita belajar dari kecebong, kepompong pada hewan, dan cangkok pada tumbuhan. “Berudu atau kecebong adalah tahap pra-dewasa dalam daur hidup amfibi. Berudu eksklusif hidup di air dan berespirasi menggunakan insang, seperti ikan. Tahap akuatik inilah yang membuat amfibia memperoleh namanya. Kebanyakan berudu herbivora, memakan alga dan bagian-bagian tumbuhan. Beberapa spesies merupakan omnivora”.

“Pupa atau kepompong adalah fase hidup yang dimiliki oleh berbagai jenis serangga yang berdaur hidup dengan metamorfosis sempurna. Kepompong ibarat kotak ajaib, dimana larva serangga yang mirip ulat masuk, lalu keluar dengan bentuk berbeda yang lebih cantik.” Kumbang goliat, kupu-kupu gagak, lebah, dan ngengat sutra, sebelumnya adalah kepompong.

Tumbuhan cangkok (stek) adalah teknik yang digunakan untuk menggabungkan bagian dari satu tanaman dengan tanaman lainnya. Sehingga keduanya dapat tumbuh dan berkembang sebagai satu kesatuan. Teknik ini digunakan untuk menghasilkan tanaman baru dengan sifat-sifat tertentu. Sedangkan, stek adalah teknik perbanyakan secara vegetatif (tanpa perkawinan).

News Feed