Oleh Aswar Hasan
Di setiap tarikan napas, oksigen tak henti mengalir, mewarnai kehidupan dengan denyut nadi yang tak terhenti. Ia bagaikan politikus ulung yang memainkan peran vital dalam orkestra kehidupan bernegara yang kompleks. Kebutuhan manusia akan oksigen, laksana kebutuhan warga negara akan politik, dalam bernegara. Betapa tidak, karena tak ada satu pun sektor kehidupan bernegara, tanpa dipengaruhi oleh politik.
Fakta menyatakan, bahwa gas oksigen merupakan komponen paling umum dalam atmosfer bumi, menduduki 21,0% volume dan 23,1% massa (sekitar 1015 ton) atmosfer. Manusia membutuhkan sekitar 21.000 liter oksigen per hari dan, otak manusia hanya bisa bertahan tanpa oksigen selama 4-6 menit. Oksigen adalah elemen yang paling melimpah di kerak bumi. Fotosintesis menghasilkan sekitar 80% oksigen di atmosfer.
Dalam kehidupan bernegara, politik adalah laksana oksigen yang tak terelakkan. Ia adalah kekuatan dan kebutuhan yang tak terelakkan dalam mengatur kehidupan kita dalam bernegara. Karena itu, mari kita jaga keseimbangan dan harmoni kehidupan dalam menghirup oksigen, sebagaimana menghidupi negara melalui praktik politik yang tidak tercemari oleh polusi.
Seperti politikus yang bermanuver demi kekuasaan, oksigen pun bersaing ketat di atmosfer, berebut ruang dan waktu untuk menjangkau sel-sel yang haus akannya. Ia tak segan bersatu dengan karbon dioksida, membentuk koalisi yang menghasilkan energi pembangkit kehidupan.
Namun, tak selamanya oksigen bersahabat. Di balik peran vitalnya, ia pun bisa menjadi dalang tragedi. Polusi udara, bagaikan politisi korup, mencemari atmosfer dengan asap hitam, merenggut oksigen dari cengkeraman kehidupan. Asap rokok dan emisi kendaraan menjadi manifesto politik busuk yang merenggut hak asasi manusia untuk menghirup udara bersih.
Di sisi lain, oksigen pun bisa menjadi alat manipulasi. Seperti politikus yang memanipulasi opini publik, oksigen pun bisa dimanipulasi untuk kepentingan tertentu. Terapi oksigen, bagaikan strategi politik cerdik, digunakan untuk menyelamatkan nyawa di ambang kematian, menjadi bukti nyata yang mengibaratkan kekuatan oksigen dalam permainan politik kehidupan.
Namun, di balik perannya yang kompleks, oksigen tetaplah elemen fundamental dari kehidupan itu sendiri. Kita merindukan politisi ideal yang mengabdikan diri untuk rakyat, oksigen pun memberikan kontribusinya tanpa pamrih. Ia tak pernah menuntut imbalan, tak pernah mencari pengakuan. Ia hanya ingin satu hal: memastikan kehidupan terus berlanjut.
Di tengah hiruk pikuk politik kehidupan, oksigen adalah pengingat bahwa di balik kompleksitasnya, kehidupan memiliki alur yang sederhana, yaitu bagaimana bertahan hidup. Politik, dengan segala intrik dan permainannya, yang acapkali hanyalah bumbu penyedap kehidupan. Sementara politik oksigen adalah landasan utama dari kehidupan itu sendiri, terutama dalam bernegara.
Oleh karena itu, mari kita jaga oksigen, lindungi atmosfer kita, lindungi negara kita demi menghirupnya untuk hidup sehat. Setiap tarikan napas adalah pujian bagi oksigen, laksana politikus ulung yang tak kenal lelah menjaga kelangsungan hidup bernegara di planet ini.
Ingatlah, bahwa oksigen adalah laksana politik dalam kehidupan. Tanpa oksigen, tidak ada kehidupan. Tanpa politik, tak ada kehidupan bernegara.
Oksigen adalah laksana Sang Politikus Kehidupan. Ia membentangkan kehidupan bernegara dengan kompleksitas dunia di sekitar kita. Ia menunjukkan bahwa kekuatan besar selalu datang dengan tanggung jawab besar. Kita, sebagai manusia, harus belajar untuk mengelola oksigen dengan bijak, memastikan keseimbangannya terjaga, dan melindunginya dari eksploitasi.
Hanya dengan memahami politik oksigen, kita dapat membangun masa depan yang lebih lestari dan harmonis. Masa depan di mana oksigen, atau sang politisi ulung yang berganti negarawan terus memainkan perannya sebagai pembawa kehidupan, bukan sebagai penghancur kehidupan itu sendiri. Betapa mulianya politikus itu. Tentu, yang bukan politikus busuk. yang kerjanya hanya mencemari atmosfer kehidupan dalam bernegara. Wallahu a’lam bishawwabe. (*)