Sistem di Indonesia terasa hampir sama dengan Amerika. Penentuan akhir Pilpres maupun Pileg ada di Mahkamah Konstitusi. Di keyakinan 9 hakim konstitusi. Di Amerika juga di 9 Hakim Agung Mahkamah Agung Amerika Serikat. Dua minggu ke depan — kita menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terkait gugatan atas keputusan KPU yang telah memenangkan Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia.
Banyak pengamat dan pakar menegaskan bahwa mereka meyakini bahwa putusan MK akan memberikan keadilan yang akan diterima dengan lapang dada oleh semua pihak. Seperti kita ketahui, sebelum Pilpres ketika memutuskan perubahan syarat umur bagi Capres/Cawapres (Putusan Perkara 90) banyak pihak yang amat kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Kekecewaan itu membawa Mahkamah Konstitusi membentuk Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Putusannya: AnwaR Usman — Ketua MK diberhentikan dan dilarang ikut memutuskan hal yang terkait dengan Pilpres karena adanya keterkaitan kekerabatan dengan salah satu pasangan. Sesuai dengan putusan MKMK: Anwar juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.
Hiruk-pikuk Pemilihan Presiden akan berakhir di putusan para hakim yang mulia di Mahkamah Konstitusi. Begitulah amanat konstitusi yang telah memberikan amanah dan kewenangan kepada 9 hakim konstitusi. Merekalah manusia yang dinilai ‘mulia’ dan karenanya akan memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Kita berharap ‘para yang mulia’ harus memahami bahwa public-trust adalah sesuatu yang wajib bagi eksistensi sebuah lembaga peradilan.