Menurutnya, di pemilu ini ia melihat bahwa investasi sosial bukan lagi menjadi modal untuk bertarung dalam dunia politik. “Tapi siapa yang membuang (politik uang) di hari akhir, itu dipilih,” ucapnya.
Kondisi ini menurut ARA, membuat 60 persen incumbent di DPRD Makassar gagal. Sementara banyak legislator pemikir yang selama ini menghidupkan dinamika di parlemen. “Di DPRD Makassar 60 persen incumbent lewat. Para pemikir di DPRD Makassar tumbang karena politik uang, beda dengan Pemilu 2019,” tandasnya.
Namun, ARA menekankan bahwa penurunan kursi Demokrat tak terjadi hanya di Makassar dan Sulsel. Melainkan terjadi di hampir seluruh Indonesia. “Hampir semua daerah takedown, 50 persen turun. Saya tidak tahu kenapa? tapi ini siklus politik nasional kita,” ujarnya.
Dia juga mengakui, saat pilpres kemarin, ternyata efek ekor jas ini sangat berdampak. “Contoh pasangan nomor 1 ada PKB, Nasdem, dan PKS, boleh kita lihat mulai dari Kota, Provinsi dan DPR RI itu semua ada dampak efek ekor jas kepada mereka dan suara partai mereka besar,” katanya.
ARA tak menampik bahwa Demokrat saat bersama Anies sudah cukup bagus karena tagline perubahan, tetapi dalam perjalanan berpindah ke 02. Di situ Demokrat tak mendapatkan ekor jas.
“Itu berdampak ke elektoral di masyarakat, walaupun Prabowo menang, tapi ada dampak di legislatif, itu punya dampak dan kita partai Demokrat dalam hal pileg akhirnya membuat kita sedikit turun,” katanya.
Anggota DPRD Makassar Partai Demokrat, Ray Suryadi Arsyad menambahkan, di pemilu ini Demokrat mengalami penurunan kursi yang besar di seluruh Indonesia. Namun, ia menegaskan bahwa Demokrat adalah partai yang besar. “Kami partai besar jadi sangat optimis dapat mengembangkan layar kembali untuk bisa berlayar, untuk bisa lebih hebat lagi kedepan,” ujarnya. Ray menekankan, Demokrat memiliki figur-figur yang mempuni. Sehingga itulah di Pilkada ini, ARA didorong untuk maju di Pilwalkot Makassar. (mum/*)