Tragisnya karena, dunia Islam khususnya negara-negara Arab yang dimotori Liga Arab maupun OKI bersikap sama dengan AS. Mereka tidak sedikitpun menunjukkan sikap persaudaraan hakiki terhadap rakyat Gaza dengan bersatu-padu mengeluarkan pernyataan marah disertai ancaman tindakan militer terhadap Israel. Jika peran ini mereka lakukan, mungkin Israel berpikir dua kali melanjutkan petualangan militernya ke Gaza. Tapi sayang Mereka justru memilih bungkam mencari aman dan selamat dari kemungkinan serangan militer Israel yang terkenal jitu. Namun, motif utama di balik sikap bungkam negara-negara Arab terhadap kebiadaban Israel pada rakyat Gaza adalah untuk memelihara persekutuan dengan AS,dimana mereka selama ini dimanjakan oleh AS dengan sejumlah fasilitas bantuan terutama alutsista berteknologi canggih dari AS. Jika mereka berani bersuara lantang apalagi melibatkan diri dalam perang melawan Israel, maka persekutuan mereka dengan AS pasti hancur.
Sikap pengecut mereka sangat kontras dengan Afrika Selatan yang berani menggugat ke Mahkamah Internasional mengenai pelanggaran Israel terhadap konvensi Genosida tahun 1948. Padahal Afrika Selatan bukan negara Islam dan bukan pula Arab. Bangsa Indonesia sedikit berbangga karena Presiden Jokowi berkali-kali mengeluarkan kecaman keras terhadap Israel, bahkan melakukan berbagai prakarsa untuk gencatan senjata, meski tak digubris oleh zionis Israel.
Di sinilah kita dapat menilai bahwa negara-negara Arab ternyata lebih mementingkan persekutuan dengan AS daripada membela mati-matian rakyat Gaza sebagai bentuk persaudaraan hakiki umat Islam. Sebab bukankah persaudaraan dalam Islam menurut Nabi Muhammad saw. adalah bagaikan satu tubuh. Jika ada bagian tubuh yang merasa sakit, maka semua bagian tubuh lainnya juga ikut merasa sakit. Rupanya hadis ini hanya indah dalam kaligrafi Arab namun tak seindah dengan sikap dan perilaku bangsa Arab sendiri yang membiarkan saudaranya yaitu rakyat Gaza dibantai dan dihina oleh kebiadaban zionis Israel. (*)