Saharuddin Daming
Bulan suci Ramadan tidak hanya menyandang predikat sebagai sayyid as-syuhur dan ladang untuk memanen pahala berganda bagi umat Islam dalam beribadah dan beramal saleh, tetapi kesakralan Ramadan juga sangat dihormati oleh bangsa dan negara non-Islam. Satu-satunya bangsa dan negara yang tega mengotori kesucian Ramadan dengan tetesan darah dan air mata adalah Israel. Betapa tidak karena meski mayoritas negara terutama dunia Islam menyerukan agar Israel menghormati kesucian Ramadan dengan gencatan senjata, namun Benjamin Netanyahu tidak mengindahkannya, ia malah memerintahkan pasukannya untuk menggempur Rafah sebagai kota perlindungan terakhir rakyat Gaza.
Hal yang patut disyukuri di balik penderitaan rakyat Gaza adalah tumbuhnya solidaritas besar-besaran dari berbagai negara maupun sejumlah tokoh hingga selebriti Hollywood yang bahu-membahu mengirimkan berbagai logistik berupa makanan dan pakaian untuk rakyat Gaza yang menderita kelaparan. Sayangnya karena kebanyakan bantuan tersebut menumpuk di perbatasan Mesir dan Rafah karena blokade tentara Israel. Sejumlah negara terpaksa menyiasati keadaan tersebut dengan menjatuhkan bantuan melalui udara ke wilayah Gaza meski beberapa di antaranya jatuh ke wilayah laut.
Krusialnya karena AS dan PBB turut mensponsori pengiriman bantuan logistik untuk rakyat Gaza, padahal rakyat Gaza justru lebih membutuhkan peran strategis keduanya untuk menghentikan perang. AS sebagai soulmate utama Israel, mempunyai kekuatan dan pengaruh besar menghentikan agresi Israel, namun Presiden Joe Biden dan mayoritas pemimpin AS lebih memilih mengirimkan bantuan logistik kepada rakyat Gaza dengan tetap membiarkan Israel membantai rakyat Gaza tanpa peduli kecaman dunia maupun instrumen hukum humaniter internasional.