Ini film fiksi ilmiah. DUNE. Film yang disutradarai oleh Denis Villeneuve ini dipuji sebagai salah satu film fiksi ilmiah paling inovatif yang pernah ada. Mengangkat cerita dari novel ikonik karya Frank Herbert, serial pertama film ini sukses besar. Hari-hari ini — dibanyak layar bioskop Indonesia — DUNE: part two hadir kembali melanjutkan perjalanan kejuangan Paul Atreides melawan House Harkonnen.
Paul kali ini bersatu — bahkan menjalin kasih — dengan Chani wanita dari bangsa Fremen. Ia juga mendapat dukungan dari tokoh Fremen Stilgar yang kemudian meyakinkan seluruh kelompoknya untuk menerima dan mendukung Paul. Untuk meraih semua itu, Paul mempelajari bahasa mereka, serta melewati berbagai ujian dari Fremen, salah satunya mengendarai cacing pasir. Ia kemudian diberi nama baru Muad’dib. Ketika menghadapi Kaisar Shaddam dan semua lawannya ia memperkenalkan dirinya, “I am Paul Muad’Dib Atreides — Duke of Arrakis.” Dan begitulah akhir cerita — Paul sebagai jagoan mengalahkan semua lawannya. Termasuk membuat sang Kaisar ‘Known Universe’ seluruh jagat semesta mencium tangannya sebagai simbol ketaklukan, setelah diampuni karena permintaan putrinya Princess Irulan yang bersedia menjadi istri Paul.
**
Dalam film DUNE — ada pesan yang bisa ditangkap. Bahwa keterpesonaan kepada seorang tokoh bisa dengan mudah terjadi oleh sekelompok orang. Semuanya dimulai dari mereka yang paling lemah dan akhirnya menguat. Bagaimana Paul dalam film dikisahkan sebagai seseorang yang ‘ditunggu dan sudah dituliskan.’ Setidaknya itu dilakukan Jessica — Ibu Paul dan seorang Bene Gesserit — yang menangkap keterpesonaan sebagian kelompok Fremen kepada anaknya. Jessica mengatakan, “We need all the Fremen to believe in the prophecy. We must convert the non-believers one by one. We need to start with weaker ones, the vulnerable ones, the one who fear us.” Maka kita harus memahami — inilah prinsip yang dijalankan oleh mereka yang ingin mengangkangi kekuasaan. Ketika Paul menolak disebut sebagai seorang ‘Lisan Al-Ghaib’ dan ‘Madhi’ — Stilgar menyatakan kepada kelompoknya, “The Mahdi is too humble to say He is the Madhi. Even more reason to know He is! As written.”