FAJAR, MAKASSAR-Seri Dialog Inklusi Disabilitas untuk Kesejahteraan Rakyat pertama digelar di Aula Rumah sakit Universitas Hasanuddin, Sabtu, 10 Februari 2024. Dialog bertemakan ‘kesehatan dan kesejahteraan difabel’.
Kepala Pusat Disabilitas Unhas menyebutkan bahwa dialog ini ada irisannya dengan peristiwa politik yang saat ini berlangsung, yaki pemilu 2024. Dalam banyak kampanye caleg dan presiden, isu disabilitas sangat kecil. Bahkan dalam perdebatan capres terakhir, tak ada satupun capres menjawab pertanyaan terkait inklusi disabilitas.
Ini ironis, isu disabilitas dan partisipasi disabilitas sangat rendah. Di banyak ruang partisipasi, nyaris seluruhnya tertutup bagi difabel. Jikapun ada ruang terbuka, itu difabel hanya pihak yang diundang hadir atau invited space. Sedikit saja difabel mengupayakan ruangnya sendiri untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi ini.
Kegiatan ini dibuka Wakil Rektor IV Unhas, Prof Adi Maulana. Dialog menghadirkan 4 narasumber, 3 di antaranya calon legislatif dan seorang orang tua dengan anak disabilitas sekaligus pemerhati isu disabilitas. Prof Idrus Paturusi, yang juga calon Anggota DPD RI hadir menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya memperhatikan isu disabilitas. Dari aspek kebijakan, UU Disabilitas sudah cukup kuat mengatur hak-hak disabilitas, namun masih lemah dalam pelaksanaan.
Sementara itu, Ustaz Muhammad Jafar Nurdin, seorang dengan disabilitas fisik adalah calon anggota legislatif Provinsi Sulawesi Selatan dari Partai Gelora. Ia menyatakan bahwa sebagai disabilitas sejak kecil, ia memiliki rasa minder. Tapi ia terus menerus bergaul di tengah masyarakat. Sampai akhirnya ia merasa bahwa apa yang dianggap kekurangan oleh masyarakat umum pada dirinya, justru adalah kekuatan bagianya.
Ia bertekad, jika berhasil terpilih sebagai anggota legislatif, maka ia akan menunjukkan bahwa orang disabilitas mampu dan bermanfaat bagi orang banyak. Sebelum pencalonan ini, Ustaz Jafar sudah dikenal luas. Ia banyak membantu orang-orang miskin yang membutuhkan bantuan saat berduka, seperti pengadaan ambulance, kain kafan dan pengurusan mayit sampai selesai. Ia juga aktif sebagai guru mengaji dan pengurus BKPRMI Kota Makassar.
Kegiatan Seri pertama Dialog Inklusi Disabilitas untuk Kesejahteraan Rakyat ini dihadiri kurang lebih 150 partisipan. Bahkan juga dihadiri oleh Kepala Bappeda Kota Makassar, Andi Zulkifli Nanda, Kepala Dinas Kesehatan, dan Dinas Sosial.
Mewakili kepentingan disabilitas intelektual, Andi Nur Fitri Balasong yang merupakan pendiri dan direktur Sahabat Sindroma Down Istimewa (SSDI) menyampaikan bahwa menjadi orang tua anak dengan Down Syndrome maupun Autistik sangat penting. Kebutuhan terapis anak-anak yang penting di usia balita bisa dipenuhi setiap hari melalui peran kedua orang tuanya. Hl ini penting karena di Makassar, layanan terapi masih sangat terbatas. Bagi orang tua anak dengan disabilitas intelektual atau disabilitas pembelajaran, mengakses layanan kesehatan, pendidikan dan pekerjaan bagi orang dengan disabilitas intelektual sangat penting.
Selain pemaparan dari narasumber, berbagai respons dan pertanyaan juga disampaikan oleh partisipan yang merupakan pemerhati dan orang tua anak disabilitas. Novy Mokobombang, dari Pusat Disabilitas Unhas, yang juga dosen Teknik Informatika Unhas memandu dialog dengan baik. Proses dialog benar-benar terbangun.
Dari beberapa pertanyaan yang diajukan, Agus Wala dari Perhimpunan Mandiri Kusta menyampaikan bahwa saat ini kebijakan perawatan yang sangat terbatas jumlah harinya membuat orang yang sedang terjangkit bakteri leprosy mengalami infeksi, ia berharap Prof Idrus bisa mencari cara mengatasi soal ini. Orang yang berobat kusta membutuhkan tinggal lebih lama di rumah sakit menghindari luka infeksi. Prof Idrus berterima kasih mendapatkan informasi seperti ini dan dia akan memperjuangkan agar ada perbaikan layanan kesehatan khususnya untuk orang-orang dengan disabilitas.
Sementara itu, dari Komunitas Tuli, Emon, seorang mahasiswa mempertanyakan betapa ia mengalami perlakuan berbeda di kampusnya. Padahal ia membayar dengan jumlah yang sama dengan mahasiswa lainnya, tetapi sebagai mahasiswa Tuli, ia tidak mendapatkan layanan setara. Begitu pula saat di puskesmas, ia juga tidak mendapatkan layanan setara. Tidak ada Juru Bahasa Isyarat di puskesmas dan layanan non audio seperti running text juga tidak ada saat antre.
Selvi, seorang ibu dengan anak autistik berat dan epilepsi juga bertanya ke Andi Nur Fitri bagaimana ia memotivasi dirinya sebagai ibu dengan dua anak disabilitas. Selain itu, ia juga mengeluhkan layanan rumah sakit dalam menangani terapi anak-anak disabilitas yang layaknya pasar yang sangat ramai.
Fitri menjelaskan bahwa hal terpenting adalah menerima keberadaan anak dengan disabilitas sebagai anugerah dan terus belajar untuk bisa menemani anak-anak tumbuh baik. Untuk menangani tekanan perasaan yang dihadapinya, Ibu Andi bahkan belajar Hipnoterapi untuk dirinya mengelola stress menemani anak-anaknya tumbuh dan berkembang sebaik-baiknya.
Seri Dialog ini seyogianya turut dihadiri oleh Zulhajar yang juga adalah dosen FISIP Unhas. Selain mengajar, ia saat ini mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (DPRD) Kota Makassar dari Partai Kebangkitan bangsa. Namun karena sedang kelelahan akibat kampanye panjang, ia yang juga punya kepedulian pada isu disabilitas tidak dapat hadir.
Menurut Ishak Salim, Pusdis Unhas akan melanjutkan dialog ini ke sesi berikutnya, yakni terkait dengan aksesibilitas digital, arsitektur dan infrastruktur di Fakultas Teknik universitas Hasanuddin. (*)