Anak laki-laki bernama Jeihan, si anak kota yang dititipkan ibunya kepada sang Puang (kakek), harus menjalani keseharian yang baru. Karakteristik anak kota yang serba dimanjakan, bermain game tanpa kenal batas waktu, keluyuran hingga larut malam, kurang sopan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua, hingga merasa dirinya lebih dari anak seumurannya di kampung.
Latar belakang Jeihan yang lahir dari orang tua yang berada dan harus hidup bersama sang kakek, yang tidak pernah ia temui sebelumnya. Hingga ia bersekolah di tingkat SMP. Anak baru gede (ABG) ini harus terbiasa dengan pola hidup masyarakat desa.
Sutradara yang akrab disapa Adin mengaku, jika film yang diciptakannya tersebut sengaja mengangkat dialek Makassar, karena target filmnya adalah pasar lokal. Terutama dalam menggambarkan bagaimana anak-anak zaman sekarang, apalagi yang hidup di kota sangat sulit tanpa ponsel. Mereka semakin jauh dengan kehidupan interaksi sosial dan bermain sebagaimana seusianya.
“Apa yang saya tampilkan setiap adegan adalah pesan. Contoh kayak apakah ada permainan yang lebih menarik ketimbang bermain gadget saja. Bagaimana dia dibawa untuk melihat permainan Paraga, bagaimana didekatkan dengan permainan rakyat,” ujar Adin, sapaannya, saat ditemui saat rilis perdana film tersebut di Cinepolis Mal Phinisi Point, Senin sore, 8 Januari 2024.
Dalam film berdurasi hampir dua jam tersebut, sangat menarik digambarkan bahwa pola asuh yang keras, apalagi abai adalah cara menjerumuskan anak sendiri ke dalam karakter yang buruk. Bukan tanpa cara untuk mengubahnya, anak-anak hanya perlu dibiasakan berinteraksi dengan teman sejawat tanpa ponsel.