FAJAR, PINRANG -Tiga warga Kelurahan Tonyamang, Kecamatan Patampanua, Pinrang dilapor ke Polres Pinrang. Itu sebagai buntut penolakan perpanjangan kontrak tower milik PT Tower Bersama Group. Kasus tersebut kini sudah memasuki persidangan atau meja hijau. Sidang pertamanya dijadwalkan pada Selasa 16 Januari.
Mereka yaitu, Sudirman, Kamarudding, dan Abd Azis. Sebelumnya, ketiganya bersama warga lainnya yang menolak perpanjangan kontrak tower tersebut sepakat menggembok tower dengan tinggi berkisar 70 meter pada akhir Desember.
Aksi penggembokan tersebut dilakukan lantaran sepengetahuan warga, kontrak dari 17 Oktober 2011 hingga 17 Oktober 2022 telah habis dan aktivitas tower tersebut masih berjalan. Akibat penggembokan itu, mereka dilaporkan karena dianggap menghalangi petugas tower untuk menjalankan tugasnya. Padahal pada saat itu jaringan telekomunikasi mengalami gangguan, sehingga jaringan tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Ketiganya dijerat Pasal 55 Jo Pasal 38 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke -1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp600 juta.
Diketahui, tower tersebut sudah berdiri sejak PT Tower Bersama Group mengontrak lahan di Kelurahan Tonyamang pada Oktober 2011 lalu selama 10 tahun. Kontrak tersebut berakhir pada pada Oktober 2022. Karena sepengetahuan warga kontrak tower itu telah berakhir, warga melakukan penggembokan. Selain itu, sejak ada tower tersebut, banyak warga yang mengeluh, sebab mengganggu ketentraman masyarakat setempat.
Hal yang ganjal juga terjadi saat permintaan persetujuan pendirian tower tersebut. Warga tidak dijelaskan bagaimana klasifikasi tower yang akan berdiri di tengah pemukiman. Mirisnya, warga hanya diberikan kertas kosong untuk di tanda tangani. “Waktu cakar ayam tower tersebut dibuat, kami semua kaget. Ternyata itu tower besar sekali,” beber salah satu warga berinisial UL.
Karena tower tersebut sudah berdiri dan kontrak sudah jalan, warga pasrah dan hanya bisa menjalani hidup selama 10 tahun dengan rasa takut dan resah.
Gejolak mulai terjadi, setahun sebelum kontrak lahan berakhir pada 2021. Warga mulai menggaungkan penolakan perpanjangan kontrak tower itu. Lantaran kekhawatirannya saat terjadi petir, hujan deras, dan angin kencang. Namun, warga tidak tahu keresahan ini disampaikan pada siapa karena pemilik lahan serta pemerintah setempat pun tidak memberikan solusi.
Warga menolak perpanjangan kontrak tower tersebut karena sangat merasakan dampak berdirinya tower di tengah pemukiman. Warga merasa takut saat angin kencang dan ada badai.
“Kalau angin kencang, itu tower bunyinya kayak pesawat. Tidak ada yang berani tinggal di rumah kalau angin kencang,” keluh salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
SN warga lain juga mengeluhkan suara mesin tower yang berada dekat rumahnya. Ia mendengar suara mesin itu selama 10 tahun belakangan ini dan mesin tersebut menyala selama 24 jam tak berhenti. “Itu suara mesin jadi pengantar tidur ku selama ini,” ucapnya.
Inisial DN, salah satu warga yang rumahnya berada sangat dekat dengan lokasi berdirinya tower menyampaikan keluhan merasa terusik dengan adanya rak server salah satu provider yang persis depan rumahnya.
“Suara rak server itu adalah lagu Nina Bobo untuk saya tiap malam semenjak dipasang, karena sudah terbiasa mendengar suara bisingnya, justru saya merasa khawatir kalau rak server itu berhenti berbunyi. Karena takut kalau alat di dalam rak server tersebut terbakar hingga membakar rumahku”, ujar DN.
RL juga mengeluhkan saat petir. Barang elektronik mengalami kerusakan. Diganti oleh pemilik tower tapi yang digantikan barang elektronik yang murah. Bahkan pergantian alat elektronik. “Itu na gantikan ki televisi murah. Tidak seperti televisi yang kami miliki,” keluhnya.
Warga mengeluhkan lantaran banyaknya perangkat elektronik yang rusak di sekitar BTS tersebut karena terkena sambaran petir. Selain itu warga juga merasa ketakutan ketika ada angin kencang yang membuat tower berbunyi. “Seperti pesawat terbang,” tambah RL.
Lebih mirisnya, ternyata tanpa pemberitahuan warga setempat pemilik lahan dan PT Tower Bersama Group memperpanjang kontrak tower terhitung sejak 18 Oktober 2022 hingga 17 Oktober 2032.
Kasipidum Kejari Pinrang Andi Baso membeberkan, pihaknya fokus pada tindak pidana pemenuhan unsur pasal yang disangkakan. “Kami mempercepat proses supaya tidak tergantung status hukum masyarakat,” katanya.
Andi Baso menegaskan, pihaknya tidak masuk di ranah kontrak lahan tower yang ditolak warga. Kejari Pinrang fokus pada permasalahan warga yang melakukan penggembokan dan menimbulkan efek dari penggembokan yang kerusakannya berefek ke masyarakat luas.
“Kami tidak masuk di ranah izin, kami permasalahan mereka melakukan Penggembokan menimbulkan efek dari Penggembokan yang kerusakannya berefek ke masyarakat luas,” tegasnya.
Sepengetahuan warga kontrak tower tersebut berakhir pada Oktober 2021, warga tidak tahu tempat untuk mengeluhkan keresahan selama 10 tahun yang dirasakan, sehingga warga sekitar tower menolak dan sepakat untuk melakukan penggembokan dengan alasan agar pihak penanggung jawab tower tersebut bisa datang dan memberikan solusi atas keresahan yang terjadi selama ini.
Namun, sudut pandang hukum ternyata tindakan tersebut adalah tindak pidana dan akhirnya ketiga warga tersebut dipolisikan.
Ketua Umum Pengurus Pusat Kesatuan Pelajar Mahasiswa Pinrang (PP-KPMP), Anmar menyesalkan tindakan pemerintah daerah yang seolah-olah tutup mata terkait masalah ini dan tidak ada penanganan. “Kami menyesalkan Pemerintah Kabupaten Pinrang yang seolah tutup mata melihat ada permasalahan warganya namun tidak ada penyelesaian sehingga ada warga yang dipolisikan,” ujar Anmar.(ams)