Oleh : Muliyadi Hamid
Baru saja kita memasuki tahun baru 2024. Sebentar lagi kita akan mengikuti pesta demokrasi. Pemilu lima tahunan. Memilih calon pemimpin nasional. Presiden dan Wakil Presiden. Juga memilih para wakil rakyat yang akan mengemban misi legislatif di tingkat pusat dan daerah. Termasuk memilih calon senator, perwakilan daerah. Harapan digantungkan pada mereka. Semoga yang terpilih adalah mereka yang benar-benar memiliki komitmen untuk menjaga bangsa ini tetap bergerak ke arah yang dicita-citakan para pendiri bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencapai masyarakat yang adil dalam kemakmuran. Serta makmur dalam keadilan. Semoga mereka yang terpilih nantinya yang benar-benar punya komitmen membuat kebijakan yang pro rakyat dan mementingkan pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi berikutnya. Bukan mereka yang hanya mementingkan kepentingan dirinya, kepentingan kelompok dan kroni-kroninya.
Tahun 2024 diharapkan menjadi tahun pemulihan ekonomi pasca pandemic. Meski diprediksi ekonomi Indonesia tumbuh sekira 5% di tahun ini. Angka pertumbuhan ini tentu secara agregat. Belum tentu dirasakan pada tingkat konsumsi masyarakat secara umum. Pertumbuhan tinggi yang tidak disertai pemerataan akan melahirkan ketimpangan yang cukup tinggi. Di tahun lalu, angka gini rasio Indonesia mengalami kenaikan menjadi 0,388 jika dibanding tahun 2022 sebesar 0.381. Artinya ketimpangan pengeluaran penduduk semakin lebar. Dengan demikian, yang perlu diperhatikan bukan sekadar pertumbuhan agregat tapi juga pemerataan pendapatan.
Tahun 2024 diharapkan menjadi tahun yang semakin memantapkan demokrasi substantive. Kesetaraan dan kebebasan berpendapat lebih terjamin. Kesetaraan akses terhadap kebutuhan dasar semakin dirasakan. Akses terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja. Ditandai dengan meningkatnya angka partisipasi murni (APM) dan partisipasi kasar (APK) pada setiap tingkatan pendidikan. Tahun lalu tingkat APK sekolah menengah sederajat hanya sekira 68,87%. Artinya masih terdapat sekira 32 persen anak Indonesia yang tidak tertampung di sekolah menengah. Belum lagi untuk perguruan tinggi yang hanya sekira 31,45%. Bisa dibayangkan begitu banyak anak-anak Indonesia yang tidak sempat mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Bagaimana jika kondisi ini terus berlanjut hingga nantinya Indonesia menikmati bonus demografi.
Karena itu, perlu ada kebijakan fundamental untuk penyediaan akses terhadap semua tingkatan pendidikan, terutama tingkat perguruan tinggi. Harus ada kebijakan komprehensif untuk menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana pendidikan yang murah serta terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Kita berharap di tahun 2024 ini, yang juga bersamaan dengan proses pergantian kepemimpinan nasional, hendaknya menjadi momentum untuk membenahi hal-hal yang masih perlu perbaikan. Supaya nantinya negeri ini akan dapat sejajar dengan bangsa lain di berbagai aspek. (*)