Adapun beberapa pengkarya atau komposer musik lintas lokalitas di antaranya ialah Aristofani Fahmi (Riau-Makassar), Hasan Ali (Ternate), Agus Eko Triyono (Solo), Anggara Satria (Riau), Lawe Samagaha (Banten), Maskur Al Alif (Makassar); Thania Peterson (Afrika Selatan). Keseluruh komposer tersebut telah melakukan residensi riset dan pertunjukan di Makassar, Banten, dan Cape Town, sehingga karya ini merupakan nafas dari perjalanan tersebut.
Sebagai upaya untuk memaksimalkan artistik, Kabata Tanrasula melibatkan sutradara Ancoe Amar asal Makassar lebih banyak berkarya di Jakarta, koreografer kelas dunia Rianto asal Banyumas yang tinggal di Jepang. Penata artistik oleh Misbahuddin, penata cahaya oleh Sukma Silanan, penata suara oleh Wirawan Novianto, dan video mapping oleh Jonas Sestakresna. Selain elemen artistik, produksi yang dipimpin oleh Helza Amelia ini juga mengajak peneliti muda, Muh Fadhly Kurniawan untuk membuat catatan proses kreatif.
Kabata Tanrasula berasal dari dua bahasa lokal Ternate dan Makassar. Kabata merupakan jenis syair, pantun, atau tradisi lisan mengenai puji-pujian khidmat yang berkembang di Tidore dan Maluku Utara. Kemudian, Tanrasula adalah bahasa arkais Makassar yang secara hemat diartikan dengan cerminan dan semangat jiwa (sumanga’). Olehnya itu, pertunjukan ini menawarkan banyak pelibatan sensifitas, para penyaksi bebas merespon tiap-tiap sudut, artistik, nada yang ditawarkan sehingga dapat menjadi bahan refleksi kembali bagi audiens.
Kegiatan ini juga dirangkaikan forum diskusi terbuka sebagai bagian dari upaya diseminasi pengetahuan tentang Syekh Yusuf dan Syekh Imam Abdullah hingga dibuang ke Cape Town. Tujuan dari diskusi publik ini adalah agar tersebarnya pengetahuan tentang pengaruh Geopolitik dan Geokultural kedua tokoh Guru Indonesia tersebut.