FAJAR, MAKASSAR -Di hadapan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang hadir dalam Kunjungan Kerja terkait Pelaksanaan Program Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) di Kota Makassar, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah IX, Yessi Kumalasari sampaikan layanan kesehatan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) di Kota Makassar dan Kabupaten Maros.
“Pada 2021 terdapat lima kasus dengan realisasi pelayanan kesehatan senilai Rp5.509.000,00 yang meliputi empat kasus rawat jalan dengan diagnosis nyeri sendi dan demam post vaksin serta satu kasus rawat inap post imunisasi campak yang ditanggung Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” ungkapnya.
Tahun 2022, lanjut Yessi, BPJS Kesehatan juga menjamin delapan kasus pelayanan kesehatan dengan riwayat paska imunisasi senilai Rp7.531.600,00 dengan rincian enam kasus rawat jalan dengan diagnosa cephalgia dan demam post vaksin imunisasi DPT serta dua kasus rawat inap bayi post imunisasi DPT.
“Juga pada 2023, kami menjamin setidaknya tiga kasus pelayanan kesehatan dengan riwayat paska imunisasi, yang mana terdiri dari satu kasus rawat jalan bayi demam post imuniasasi DPT dan dua kasus rawat inap bayi post imunisasi DPT dan BCG. Realisasi biayanya senilai Rp7.220.000,00,” ungkapnya.
Surat Edaran Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/2287/2022 menjelaskan bahwa pembiayaan untuk pengobatan, perawatan, dan rujukan bagi pasien program Imunisasi pada BIAN yang mengalami gangguan kesehatan KIPI dibebankan kepada Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Jika Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tidak mampu membiayai atau yang memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) rendah, maka pengobatan, perawatan, dan rujukan bagi pasien Program Imunisasi pada Bulan Imunisasi Anak Nasional yang mengalami gangguan kesehatan KIPI dapat dibebankan kepada anggaran Kementerian Kesehatan.
“Untuk di BPJS Kesehatan, apabila peserta JKN mendapatkan imunisasi pada bulan BIAN kemudian ada KIPI yang diobati di fasilitas kesehatan tingkat pertama berarti biaya pelayanan kesehatan KIPI-nya sudah masuk dibiaya kapitasi,” ujarnya.
Jika di fasilitas kesehatan tingkat pertama terdapat keterbatasan sarana dan kompetensi dokter, tambah Yessi, maka bisa merujuk ke rumah sakit. Nantinya di rumah sakit dengan prosedur elektronik klaim, BPJS Kesetahan yang akan berkoordinasi komunikasi dengan rumah sakit dan Kementerian Kesehatan.
“Pembiayaan sebagaimana dimaksud dilaksanakan melalui mekanisme klaim yang diajukan kepada Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan c.q. Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan dengan ketentuan sakit mengajukan klaim terhadap pelayanan kesehatan kasus KIPI BIAN melalui aplikasi E-Klaim yang disertai upload dokumen atau berkas klaim,” ujarnya.
Dokumen klaim tersebut meliputi Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk peserta JKN nonaktif dan non JKN, bukti lapor kasus kejadian ikutan pasca vaksinasi BIAN, surat keterangan dari Komite Daerah Pengkajian dan KIPI dan/atau Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI mengenai kasus kejadian ikutan pasca vaksinasi BIAN yang dialami oleh pasien tersebut.
“Serta dokumen berupa surat keterangan yang ditandatangani oleh Kepala Daerah apabila Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tidak mampu membiayai pengobatan, perawatan, dan rujukan bagi pasien Imunisasi Program yang mengalami gangguan kesehatan diduga KIPI atau akibat KIPI,” ujarnya.
Selanjutnya, sambung Yessi, BPJS Kesehatan akan melakukan verifikasi terhadap klaim KIPI yang diajukan oleh rumah sakit dan mengirimkan Berita Acara Hasil Verifikasi (BAHV) kepada Kementerian Kesehatan untuk dilakukan pembayaran.
“Semua harus dilakukan sesuai prosedur berdasarkan regulasi Program JKN,” ujarnya.(ams)