“Lonjakan harga diakibatkan oleh penurunan produksi kakao dunia yang terganggu dari berbagai hal, seperti perubahan iklim ekstrem, fenomena El Nino, kemarau panjang, penyakit busuk buah, dan berkurangnya lahan kebun kakao. Seperti di Luwu Utara, dahulu pada 2019 memiliki sekitar 56.000 hektare kebun kakao. Saat ini berkurang sampai sekitar 40.814 hektare,” ujar Puang Badar.
Ia memperkirakan permintaan biji kakao secara global tetap berpotensi meningkat dalam beberapa tahun mendatang. Seiring kian meningkatnya permintaan pasar terhadap produk makanan-minuman berbasis cokelat.
“Para produsen telah prediksikan harga bahan utama cokelat akan tetap tinggi ke depannya. Olehnya itu, kita berharap para petani di Luwu Raya ini makin giat memelihara kebun kakaonya secara intensif dan tetap konsisten tidak melakukan alih fungsi lahan, dari kakao ke komoditas lainnya,” harapnya.
“Komitmen Pemda juga terlihat jelas dalam mengembalikan kejayaan kakao. Malah di Luwu Utara telah merampungkan Peta Jalan Kakao Lestari 2020-2045 yang bertujuan memperbaiki produksi dan meningkatkan kesejahteraan petani. Semoga ini dapat terlaksana maksimal,” tambah Puang Badar. (ams)