Kemudian, seiring berjalannya waktu, pada tahun 2012 telah dibuat ADDENDUM atas Perjanjian Kerjasama Nomor: 511.2/16/s.Perja/UM Tanggal 16 November 1998 tentang Peremajaan dan Pengembangan serta Pengelolaan Pasar Butung Kotamadya Daerah Tingkat II Ujung Pandang antara Perusahaan Umum Daerah Pasar Makassar Raya Kota Makassar dengan PT. Haji La Tunrung Pan Nomor: S11.2/106/III/S. Perja/PD.Psr/2012, Nomor: XXII/006/LK Tanggal 16 Maret 2012.
Menurut Tadjuddin Rachman dalam perjanjian kerjasama sejak awal, dikatakan apabila pihak Pemkot akan memutus kerjasama harus persetujuan kedua belah pihak, dan kalau menunjuk pihak ketiga lain, maka harus membayar ganti rugi kepada pihak PT. Haji La Tunrung, dalam hal ini KSU Bina Duta yang telah dikuasakan.
“Sebaliknya kalau Pemkot yang ambil alih seratus persen, maka dia harus ganti semua bangunannya,” tegasnya.
Dalam diskusi yang membahas kisruh pengambilalihan pengelolaan Pasar Butung ini, Pakar Hukum Unhas, Prof. Masakkir menilai pemerintah seharusnya bisa bijak. Mereka harus melihat bahwa bangunan dan seluruh isinya itu bisa ada karena menggunakan modal swasta.
“Pemerintah adalah modalnya tanah. Nah swasta yang membangunnya punya kontrak. Seharusnya nanti setelah kontrak berakhir pada 2037 sesuai perjanjian kerjasama yang saya ketahui, barulah aset bisa diserahkan. Pemkot harus bijak bahwa hargai orang yang membangunnya,” ujarnya.
Ia berpandangan dalam kisruh ini, kasarnya seakan Pemkot ingin memutus kontrak sebelum waktunya. Maka ia menyarankan agar KSU menempuh beberapa jalur hukum.