FAJAR, MAKASSAR-Eks Kasatpol PP Makassar, Iman Hud divonis bebas dalam perkara dugaan korupsi penyalahgunaan honorarium fiktif tunjangan operasional Satpol PP Makassar di 14 kecamatan tahun 2017-2020. Sedangkan mantan Kasi operasional Satpol PP Makassar, Abdul Rahim divonis satu tahun empat bulan dan denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu terdakwa juga dijatuhi pidana tambahan Rp12,2 juta subsider satu bulan kurungan.
Vonis kedua terdakwa tersebut sangat jauh dari tuntutan JPU. Dimana kedua terdakwa dituntut lima tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan. Serta membayar uang pengganti sebesar Rp4,819 miliar subsider dua tahun enam bulan.
Hakim ketua persidangan Ketua majelis hakim Purwanto S Abdullah menyatakan terdakwa Iman Hud dinyatakan tidak bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan penuntut umum. Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan (vrijspraak). Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya. Memerintahkan barang bukti berupa dalam dakwaan penuntut umum tidak terpenuhi, maka dakwaan tersebut harus dinyatakan tidak terbukti.
Maka secara hukum terdakwa haruslah dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Biaya perkara yang timbul dibayar oleh negara.
“Penuntut umum diberikan kesempatan untuk pikir-pikir. Apakah menerima atau mengajukan upaya hukum atas putusan tersebut,” kata
Purwanto S Abdullah, Rabu, 11 Oktober.
Sedangkan untuk terdakwa Abd Rahim, Purwanto S Abdullah menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan JPU. Menjatuhkan pidana penjara satu tahun empat bulan dan denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu terdakwa juga dijatuhi pidana tambahan Rp12,2 juta subsider satu bulan kurungan.
“JPU dan penasihat hukum diberikan waktu satu pekan untuk pikir-pikir. Jika tidak ada upaya hukum dalam waktu tersebut maka putusan dinyatakan berkekuatan hukum tetap,” ucapnya.
Menanggapi putusan tersebut JPU Kejati Sulsel, Nining Purnamawanti pihaknya masih pikir-pikir. Dia akan melaporkan putusan tersebut kepada pimpinannya.
“Pikir-pikir yang mulia. Belum bisa ambil sikap langsung,” ungkapnya.
Hal serupa juga diutarkan oleh penasihat hukum terdakwa Abd Rahim, Kusmianto. Pihaknya juga gunakan batas waktu yang diberikan majelis hakim untuk pikir-pikir.
“Kami juga pikir-pikir yang mulia,” katanya.
Penasihat hukum Iman Hud, Abg Gafur menjelaskan sejak awal dia optimis bahwa kliennya akan bebas. Pasalnya dalam fakta persidangan tidak ada satupun saksi atau bukti yang mengarah kepada kliennya.
“Pak Iman kan sudah divonis bebas, itu menandakan dia tidak terbukti. Jadi kami akan segera minta penetapan putusan agar bisa segera dipulihkan semua hak dan martabat klien kami,” bebernya.
Sekadar informasi kasus ini bermula ketika penyidik menemukan fakta terjadi indikasi penyalahgunaan dana tunjangan operasional Satpol PP di 14 kecamatan se-Kota Makassar sejak tahun 2017 hingga 2020. Modus yang dilakukan dengan menyusun dan mengatur penempatan personel Satpol PP yang bertugas di 14 kecamatan. Dimana anggota Satpol PP tersebut dinyatakan tugas di beberapa kecamatan, namun pada kenyataanya hanya bertugas di satu kecamatan saja.
Selisih dana yang muncul dari sprint ganda tersebut, kemudian diambil. Proses itu berulang dan dikumpulkan selama 2017 hingga 2020.
Penyidik lalu menemukan sebagian nama dari petugas Satpol PP yang ditempatkan ke seluruh kecamatan di Makassar tidak pernah melaksanakan tugasnya. Pencairan dana honorarium tetap dilakukan namun penerimanya adalah pejabat yang tidak berwenang untuk menerima dana tersebut. Akibatnya, diduga merugikan APBD Kota Makassar tahun 2017 sampai tahun 2020.
Dalam rilis yang dilakukan penyidik Kejati total kerugian negaranya Rp4,8 miliar. Sedangkan uang kerugian negara yang telah berhasil dikembalikan sebesar Rp3,7 miliar. (edo)