English English Indonesian Indonesian
oleh

Ujian KPK


Oleh : Muliyadi Hamid

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali diterpa badai. Dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinannya semakin menambah daftar masalah di komisi antikorupsi tersebut. Berbagai masalah etik pada pimpinan KPK periode ini telah terjadi. Bahkan ada komisionernya yang terpaksa diganti dalam masa jabatan karena terbukti melanggar kode etik. Lili Pintauli Siregar, wakil ketua KPK yang tersandung masalah gratifikasi fasilitas hotel mewah dan nonton balap motoGP di sirkuit Mandalika pada tahun 2022. Lili kemudian digantikan oleh Johanis Tanak yang tidak berselang lama juga menghadapi sidang etik karena berkomunikasi dengan pihak berperkara di KPK. Namun, Dewan Pengawas (Dewas) yang mengadili perkara tersebut memutuskan bahwa Johanis Tanak tidak melanggar kode etik. Meski keputusan Dewas tidak bulat.

Lembaga pemberantas korupsi yang lahir dari rahim reformasi ini diharapkan dapat berperan dalam menekan tindakan korupsi yang sangat marak. Saat itu dirasakan perlunya ada lembaga yang memiliki kekuatan secara yuridis yang mampu menjangkau kasus-kasus korupsi yang terjadi di lembaga-lembaga tinggi negara. Melalui kewenangan yang diberikan undang-undang kepada KPK memang ternyata ampuh menjangkau pejabat-pejabat tinggi, termasuk di lembaga-lembaga penegak hukum. Selain karena independensi dan kekuatan yuridis yang dimiliki, juga karena kompetensi, integritas, dan kapasitas personelnya. Baik pada jajaran pegawai maupun komisioner.

Banyaknya masalah di KPK saat ini juga dipicu oleh perubahan UU KPK pada tahun 2019 yang menjadikan KPK berada di bawah eksekutif. Ini dinilai sebagai salah satu bentuk pelemahan KPK. Akibat perubahan tersebut, maka pegawai KPK beralih menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang harus tunduk pada peraturan kepegawaian negara. Dampak terbesarnya adalah ketika ada puluhan penyidik senior yang selama ini dinilai sangat berkinerja dan berintegritas terpaksa harus meninggalkan KPK karena dinyatakan tidak lulus tes kebangsaan. Semua ini menjadi rangkaian upaya-upaya pelemahan KPK.

Sebagai lembaga yang kini berada pada ranah eksekutif, tentu saja independensinya perlu dipertanyakan. Apalagi dengan kapasitas pimpinan yang terindikasi melakukan berbagai pelanggaran etik. Tak heran, jika beberapa penanganan perkara korupsi terkesan tidak lepas dari faktor politik. Kita sangat merindukan KPK yang seperti awal-awal pembentukannya. Kita merindukan KPK yang benar-benar independen dan dipercaya oleh masyarakat dapat mengatasi masalah korupsi yang semakin marak saat ini.

Dengan demikian, perlu upaya mengembalikan posisi KPK sebagai lembaga yang benar-benar mandiri, melalui revisi kembali UU KPK. Salah satu yang menjadi tanggung jawab Presiden hasil pemilu 2024 adalah pemberantasan korupsi melalui kelembagaan pemberantas korupsi yang kuat dan independen. (*)