FAJAR, MAKASSAR-Penyidik tindak pidana khusus Kejati Sulsel terus mendalami dugaan mafia Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) antara CV Surya Mas dengan PT Pembangunan Perumahan (PT PP Persero). Lima kurator yang menjadi penilai dalam perkara tersebut telah dimintai keterangan.
Kepala seksi penerangan hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi membenarkan lima kurator dalam perkara tersebut telah dimintai keterangan. Sehingga jika ditotal jumlah saksi yang telah dimintai keterangan dalam penyidikan perkara tersebut sudah ada puluhan. Mereka terdiri pihak pemohon CV Surya Mas, termohon PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero, kuasa hukum PT PP, kuasa hukum CV Surya Mas, dan kurator.
“Perkara ini sementara didalami dengan memanggil semua pihaknya mengetahuinya. Termasuk kurator yang melakukan perhitungan,” kata Soetarmi, Minggu, 8 Oktober.
Lebih lanjut Soetarmi menjelaskan berusaha mencari bukti pendukung terkait dugaan keterlibatan mafia dengan permufakatan jahat mempengaruhi PKPU di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Makassar. Hal tersebut berpotensi merugikan keuangan negara/perekonomian negara.
“Materi pemeriksaannya tidak bisa dibocorkan. Namun tim penyidik akan transparan dan selalu memberikan update perkembangan perkara tersebut,” ungkapnya.
Direktur Lembaga Anti Korupsi Sulsel (Laksus), Muh Ansar menuturkan perkara dugaan mafia PKPU harus ditelusuri dengan baik. Putusan Dissenting opinion dalam persidangan hal biasa. Namun jika dilihat dari materinya ada yang janggal.
Di mana hakim ketua persidangan Herianto dan hakim anggota satu Timotius Djemey mengatakan Permohonan pemohon diterima. Namun hakim anggota dua, Farid Hidayat Sopamena. Dia mengatakan bahwa Permohonan yang diajukan pemohon harus ditolak sepenuhnya. Dalam amar dia menyatakan bahwa pengajukan permohonan yang dilakukan oleh pemohon tidak bisa dilakukan di Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Makassar.
Berdasarkan aturan pengajuan diajukan di tempat domisili termohon yakni di Jakarta.Selain itu pihak termohon juga merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang berada dibawah kementerian BUMN dan kementerian keuangan. Sehingga gugatan seharusnya diajukan kementerian BUMN sebagai bagian pengawas.
Aturan ini diatur pada UU 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pasal 3 ayat 1. Dikatakan putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam UU Kepailitan dan PKPU ini, diputuskan oleh pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor.
Ayat 5 dijelaskan dalam hal debitur merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.”Sehingga sangat jelas bahwa Permohonan terhadap termohon seharusnya diajukan di Jakarta. Maka saya menyatakan gugatan ini seharusnya ditolak sepenuhnya,” kata Farid Hidayat Sopamena, Selasa, 29 Agustus.
Lebih lanjut Farid menuturkan dalam PKPU juga seharusnya dilakukan perhitungan yang sederhana, namun dalam perkara ini tidak demikian. Termasuk juga terkait dengan nilai perhitungan oleh pihak termohon. Dimana seharusnya perhitungan tersebut dilakukan oleh pihak yang memiliki keahlian khusus.
“Putusan bisa dinyatakan melanggar UU 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Jadi ini harus ditelusuri dengan baik,” bebernya. (edo)