FAJAR, MAKASSAR— Kompetisi sepak bola Indonesia membutuhkan fans relation officer. Tujuannya demi mencegah terjadinya tragedi yang menelan korban jiwa.
Usulan ini berasal dari pemikiran Andi Ahmad Hasan Tenriliweng usai mampu mempertahankan disertasinya berjudul ‘Konflik dan Kekerasan (Studi Kasus Penanganan Konflik dan Kekerasan Antar Suporter dalam Sepak bola Modern Indonesia)’.
Dia pun berhasil meraih gelar doktor di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar. Tepatnya di Aula Prof Dr Syukur Abdullah, FISIP Unhas, Selasa, 3 Oktober.
Pria yang akrab disapa Acang itu sendiri merupakan media officer dari PSM Makassar. Karena itu, dia sadar pentingnya pencegahan konflik dan kekerasan antar suporter dalam sepak bola.
Disertai Acang memang terbilang sangat menarik. Terlebih banyak yang belum sadar awal mula konflik berujung kekerasan itu bisa terjadi terutama antara suporter.
Dalam penelitiannya, Acang menyebut kerusuhan suporter sudah kerap terjadi sejak lama. Tepatnya saat era Perserikatan atau Galatama (1932-1994). Peristiwa ini bahkan berlanjut hingga kompetisi sepak bola modern saat ini.
Konflik dan kerusuhan pada era Liga 1 (2017-sekarang) misalnya. Dia mencatat sebanyak 13 peristiwa yang semuanya hampir menelan korban jiwa. Paling terbaru dan membekas ialah tragedi Stadion Kanjuruhan yang merenggut 135 korban jiwa dalam satu lokasi saja.
“Dari sejumlah peristiwa ini yang ingin dilihat sebenarnya kenapa konflik ini selalu terjadi antar suporter. Apakah ada yang pernah menceritakan aktivitas suporter dalam menangani konflik. Nah ini yang perlu selalu diangkat,” terang Acang.