“Maka nantinya juga yang diajarkan itu bisa diperhatikan di masyarakat. Bukan justru menjadikan dirinya berbeda dengan masyarakat yang belum haji,” jelasnya.
Hal ini menurut Hamdan, sama dengan orang berhaji menggunakan pakaian ihram yang warnanya putih. Memiliki arti bahwa semua umat Islam sama di hadapan Allah.
“Bukan justru ketika pulang bersikap wah, menunjukkan cincinnya atau segala macamnya yang seolah menunjukkan perbedaan dengan orang-orang yang belum haji,” tandasnya.
Di sisi lain, pembimbing haji yang terverifikasi juga diharapkan bisa mencetak jemaah yang menjadi penyambung lidah pemerintah. Dimana ketika mereka akan menyampaikan pesan-pesan untuk penguatan rasa kebangsaan yang ada keagamaannya.
“Apalagi mereka pergi ke sana dia mempertahankan jiwa nasionalisme. Itulah yang saya sebut sebagai pembimbing manusia yang kuat dan mampu menularkan kepada semua jemaah,” tukasnya.
Hamdan menyebut, sertifikasi pembimbing yang dilaksanakan UINAM bekerjasama dengan Kemenag RI bukan kali pertama dilakukan. Kegiatan saat sudah sampai angkatan ke delapan yang diikuti sebanyak 70 peserta dari berbagai wilayah di Indonesia.
“Insyaallah kita akan terus melanjutkan ini. Karena tidak bisa menjadi pemimpin jemaah haji kalau tidak sudah memiliki sertifikat,” pungkasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Kantor Kemenag Sulsel, KH Khaeroni, mengatakan, sertifikasi sangat penting untuk memverifikasi profesionalisme seorang pembimbing haji. Bertujuan untuk menstandarkan kemampuan mereka.
“Sertifikasi sekaligus juga mereka diarahkan menjadi pembimbing yang profesional yang dibekali dengan metodologi serta beberapa komponen akademik yang kita persiapkan dalam pelatihan selama delapan hari,” ujarnya.