Oleh: Andi Athira Anggraeni, Mahasiswa Ilmu Politik Angkatan 2020 UIN Alauddin Makassar
Sistem pemilu di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup. Dimana pada sisitem proporsional terbuka, rakyat diberikan hak untuk memilih caleg yang mereka ingin pilih. Tetapi, pada sistem proporsional tertutup partai politik yang memiliki wewenang untuk menentukan kadernya untuk duduk di kursi parlemen. Dalam sistem politik demokrasi, rakyat memiliki ruang untuk memberikan suaranya dalam menentukan pemimpin politik. Dengan adanya partisipasi pemilih dalam penentuan kepemimpinan, maka pemilu menjadi satu mekanisme penyeleksian dan pendelegasian daulat rakyat kepada orang atau partai politik yang dipercaya (Surbakti, 2019).
Dengan demikian, penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa dengan menerapkan sistem proporsional tertutup pada pemilu 2024 yang akan sama dengan sistem demokrasi di Indonesia tidak terjalankan dengan sebagaimana mestinya. Bagaimana yang telah terjadi pada pemilu sebelum-sebelumnya, sejak pemilu tahun 2009 Indonesia sudah tidak lagi menggunakan sistem proporsional tertutup yaitu menggunakan sistem proporsional terbuka. Setelah ada wacana untuk menerapkan sistem proporsional tertutup pada pemilu 2024, DPR melakukan rapat kerja yang menghasilkan bahwa hanya ada satu fraksi partai yang mendukung sistem proporsional tertutup diterapkan pada pemilu 2024 yang akan datang, dengan begitu ada 8 fraksi partai di DPR yang sepakat dengan komitmen KPU sebagai penyelenggara Pemilu untuk tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Sesuai dengan UUD bahwa sistem proporsional terbuka dalam Pemilu sebagaimana diatur dala Pasal 168 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) bahwa rakyat memiliki derajat keterwakilan yang baik karena bebas memilih wakilnya yang akan duduk di legislatif secara langsung dan dapat terus mengontrol orang yang dipilihnya. (Wulandari, 2023)
Dapat dijelaskan sesuai dengan Undang-undang Pemilu yang disebutkan sebelumnya, bahwa dengan menerapkan sistem proporsional terbuka rakyat tetap dapat mengontrol wakilnya jika terpilih nanti, karena dengan begitu rakyat memiliki konsekuensinya sendiri dengan bagaimana ia sendiri yang telah menentukan wakilnya.
Sedangkan, jika diterapkan sistem proporsional tertutup rakyat tidak mengontrol pilihannya sendiri, karena dengan begitu ia tidak mengetahui bahwa wakilnya yang telah ia mau mewakilinya pada kursi parlemen karena secara pada saat pemilihan ia hanya diberikan hak untuk memilih partai politik, dan partai politik yang akan memilih kadernya untuk menduduki kursi parlemen. “Lalu apa alasan satu fraksi di DPR mendukung sistem proporsional tertutup diterapkan?”
Alasannya, sistem (proporsional terbuka) itu menimbulkan persaingan yang tidak sehat, yang menitikberatkan kepada aspek popularitas dan kekuatan modal dalam proses pemilihan umum sehingga kader yang memiliki pengalaman berpartai dan berkualitas kalah bersaing.
Sementara, Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat mengatakan partainya juga mendorong penerapan sistem pemilu proporsional tertutup itu, meski dia mengatakan “tidak tahu” pihak-pihak yang mengajukan permohonan itu ke MK dan tidak mengonfirmasi salah satu pemohon adalah anggota PDI-P. Sebab, kata dia saat ini “pemilu kita sudah mengarah kepada sistem individual liberal” yang meyebabkan “kanibalisme politik”, dimana terjadi perselisihan antara para calon legislatif (caleg) di satu partai. (Indonesia, 2023)
Dengan alasan yang dikemukan oleh Ketua DPP PDI-P, yang merupakan partai politik yang mendukung sistem proporsional tertutup. Jika karena itu, mengapa baru sekarang mempermasalahkan bahwa persaingan dalam pemilihan umum di Indonesia tidak sehat, yang hanya menitikberatkan aspek popularitas dan kekuatan modal yang besar. Sehingga, kader yang memiliki pengalaman dalam partai politik kalah bersaing. Dengan alasan demikian, dapat dilihat bahwa ini merupakan kepentingan elite, mengapa demikian karena jika partai politik yang mendukung sisitem proporsional tertutup melihat hak rakyat pasti tidak akan mempermasalahkan hal demikian.
Karena rakyat yang mengerti dan paham siapa yang pantas untuk mewakili haknya di kursi parlemen akan bijak dalam menggunakan hak pilihnya. Apalagi, KPU sebagai penyelenggara pemilu telah melakukan Pendidikan pemilu bahkan sampai kepada pelosok negeri di Indonesia.
Jika, isu seperti ini bukan kepentingan elit mengapa delapan partai lainnya tetap sepakat dengan komitmen KPU yang akan tetap menerapkan sistem proporsional terbuka. Dengan menyatakan sikapnya untuk mempertahankan “kemajuan demokrasi” agar tidak Kembali mundur. Dimana politikus PKS, Nasir Jamil menyebutkan bahwa sistem proporsional tetrtutup seperti “membeli kucing dalam karung”.
Dalam sistem proporsional tertutup, partai-partai yang akan bersaing dan yang telah diketahui bahwa partai yang mendukung sistem proporsional tertutup memiliki elektabilitas yang kuat dalam membawa nama partai, sehingga sudah jelas bahwa dengan mendukung sistem proporsional tertutup bahwa itu merupakan kepentingan elit.
Sehingga, dengan telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi pada 15 Juni 2023 yang lalu, bahwa sistem pemilu 2024 tetap kan menggunakan sistem proporsional terbuka. Yang perlu diperhatikan bahwa sistem pemilu di Indonesia sangat sulit untuk mencapai sistem pemilu yang bebas, jujur, dan adil, tetapi dengan menerapkan sistem proporsional terbuka tetap harus menggunakan hak pilih yang baik dan benar. (*)